HADITS NO. 1-12

Bab 1. Keikhlasan Dan Menghadirkan Niat Dalam Segala Perbuatan, Ucapan Dan Keadaan Yang Nyata Dan Yang Samar


عن أمـيـر المؤمنـين أبي حـفص عمر بن الخطاب رضي الله عنه ، قال : سمعت رسول الله صلى الله عـليه وسلم يـقـول : ( إنـما الأعـمـال بالنيات وإنـمـا لكـل امـرئ ما نـوى . فمن كـانت هجرته إلى الله ورسولـه فهجرتـه إلى الله ورسـوله ومن كانت هجرته لـدنيا يصـيبها أو امرأة ينكحها فهجرته إلى ما هاجر إليه ). رواه إمام المحد ثين أبـو عـبـد الله محمد بن إسماعـيل بن ابراهـيـم بن المغـيره بن بـرد زبه البخاري وابـو الحسـيـن مسلم بن الحجاج بن مـسلم القـشـيري الـنيسـابـوري في صحيحيهما اللذين هما أصح الكتب المصنفه

1. Dari Amirul Mukminin Abu Hafsh ‘Umar bin al-Khatab bin Nufail bin ‘abdil ‘Uzza bin Ka’ab bin Lu-ay bin Ghalib al-Qurasyiyyi al-‘Adawi, ia berkata, aku telah mendengar Rasulullah bersabda : “Amal perbuatan itu tergantung pada niatnya dan seseorang akan memperoleh sesuai dengan apa yang diniatkannya. Barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itu kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan barang siapa yang hijrahnya untuk kesenagan dunia yang didapatnya, atau karena wanita yang akan dinikahinya. Maka hijrahnya itu kepada hanya kepada apa yang diniatkannya.” (Muttafaq ‘alaihi)

Diriwayatkan oleh dua Imam Ahli Hadits : Abu ‘Abdillah bin Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim bin al-Mughirah bin Bardzbah al-Ju’fi al-Bukhari dan Abul Husain Muslim bin al-Hajjaj bin Muslim al-Qusyairi an-Nasaiburi dalam kedua kitab shahihnya, yang keduanya merupakan kitab yang paling shahih diantara kitab-kitab lainnya.

Pengesahan Hadits :

Diriwayatkan oleh al-Bukhari (I/9-Fath), dan Muslim (1907).

Telah dinukil secara mutawatir (perkataan) dari para Imam dalam menghormati nilai Hadits ini. Tidak ada dalam Hadits Nabi yang lebih mencakup dan memadai serta lebih bermamfaat darinya, Sebab, ia merupakan salah satu Hadits yang menjadi poros Islam.

KANDUNGAN HADITS

1. Niat merupakan suatu keharusan dalam suatu perbuatan, baik itu yg ditujukan pada wujud perbuatan itu sendiri,seperti sholat misalnya, maupun sesuatu yg menjadi sarana bagi perbuatan lainnya, misalnya thaharah (bersuci). Yang demikian, karena ikhlas itu tidak tergambar wujudnya tanpa adanya niat.

2. Niat itu tempatnya di dalam hati dan tidak perlu dilafazhkan dengan lisan.Yang demikian itu sudah menjadi kesepakatan para ulama, dalam semua ibadah. Sedangkan melafadzkan niat dengan lisan merupakan bid’ah.

3. Amal amal shalih harus disertai dengan niat niat yang baik, niat yang baik tidak akan merubah kemungkaran menjadi kebaikan, dan bid’ah menjadi sunnah. Banyak orang yang mengharapkan kebaikan tetapi tidak pernah menggapainya.

4. Ikhlas karena Alloh merupakan salah satu syarat diterimanya amal perbuatan. Sebab Alloh tidak akan menerima amal perbuatan kecuali yang paling tulus dan benar. Yang paling tulus adalah amal yang dilakukan karena alloh, dan yang paling benar adalah yang sesuai dengan sunnah rosullulloh yang shahih.

==========
Nuzhatul Muttaqin
  • Para ‘Ulama sepakat, bahwa niat merupakan syarat untuk mendapatkan ganjaran dari suatu perbuatan. Namun ada perbedaan dalam perincian tentang persyaratan tersebut.
Ulama Syafi’iyyah mengatakan sebagai syarat wasilah dan syarat tujuan (syarat wasilah seperti wudhu dan syarat tujuan seperti sholat).
Adapun ‘Ulama Hanafiyyah mengatakan hanya syarat wasilah saja bukan syarat tujuan.
  • Letak niat adalah didalam hati, dan tidak disyaratkan untuk diucapkan.

SETIAP ORANG AKAN DIBANGKITKAN DENGAN NIAT MASING-MASING MEREKA


حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الصَّبَّاحِ حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ زَكَرِيَّاءَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ سُوقَةَ عَنْ نَافِعِ بْنِ جُبَيْرِ بْنِ مُطْعِمٍ قَالَ حَدَّثَتْنِي عَائِشَةُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَغْزُو جَيْشٌ الْكَعْبَةَ فَإِذَا كَانُوا بِبَيْدَاءَ مِنْ الْأَرْضِ يُخْسَفُ بِأَوَّلِهِمْ وَآخِرِهِمْ قَالَتْ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَيْفَ يُخْسَفُ بِأَوَّلِهِمْ وَآخِرِهِمْ وَفِيهِمْ أَسْوَاقُهُمْ وَمَنْ لَيْسَ مِنْهُمْ قَالَ يُخْسَفُ بِأَوَّلِهِمْ وَآخِرِهِمْ ثُمَّ يُبْعَثُونَ عَلَى نِيَّاتِهِمْ 

2.Dari Ummul Mukminin Ummu “Abdillah ‘Aisyah, ia berkata, Rasulullah pernah bersabda : “Nanti akan ada sekelompok pasukan yang akan menyerang Ka’bah. Kemudian ketika mereka sampai di suatu tanah lapang, mereka semua dari orang yang berada paling depan sampai paling belakang dibinasakan (ditenggelamkan ke perut bumi). ‘Aisyah berkata : “Aku bertanya, Ya Rasulullah, bagaimana mereka dibinasakan semua, orang yang berada dibarisan terdepan sampai yang paling belakang, padahal di tengah-tengah mereka terdapat pasar-pasar mereka, dan orang-orang yang bukan dari golongan mereka ?” Beliau menjawab “Mereka di binasakan semua, yang berada di baris terdepan sampai yang paling belakang, kemudian nanti mereka akan dibangkitkan sesuai dengan niat masing-masing dari mereka.” (Mutafaq ‘alaih, dan lafadz tersebut milik al-Bukhari).

Pengesahan Hadits :

Diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari, (IV/338-Fath) dan Imam Muslim (2884).

Kandungan Hadits :

1. Pelajaran untuk menjauhi orang-orang yang berbuat kezhaliman sekaligus peringatan agar tidak bergaul dengan mereka atau bergabung dengan orang-orang jahat dan semisalnya,agar tidak mendapatkan siksaan yang ditimpakan kepada mereka.

2. Barang siapa bergabung dengan suatu kaum dengan sukarela dalam kemaksiatan, maka dosa dan siksaan akan ditimpakan pula kepadanya.

3. Perbuatan itu dihitung berdasarkan niat pelaku.

4. Pemberitahuan yang disampaikan Rasulullah tentang berbagai hal ghaib yang diperlihatkan Allah kepada beliau. Dan itu termasuk masalah keimananyang harus diyakini, dan itu tidak dapat dirancukan hanya karena disebutkan melalui khabar al-walid ash-shahiih. Karena ia merupakan hujjah bagi kita dalam masalah ‘aqidah dan hukum-hukum syari’ah, dan tidak ada perbedaan antara keduanya. Sebagaimana yang telah saya jelaskan dalam kita saya yang berjudul al-Adillatu wasy-syawahid fii Wujuubil Akhdzi bi Khabaril Waahid fiil Ahkaami wal ‘Aqaaid.

5. Di Dalam hadits tersebut terdapat satu point yang tersembunyi yang menjadi pangkal ketidak jelasan. Di mana Ummul Mukminin ‘Aisyah belum memahami penimpaan siksaan terhadap orang yang tidak mempunyai keinginan melakukan penyerangan yang merupakan penyebab ditimpakannya siksaan.

Sudah banyak jalan yang berusaha mengungkap permasalan ini, ada yang berpendapat bahwa siksaan itu ditimpakan secara umum arena sudah saatnya ajal mereka, kemudian mereka dibangkitkan kembali berdasarkan niat mereka masing-masing. Tetapi ada juga pendapat lain.

Yang tampak jelas olehku adalah bahwa siksaan itu ditimpakan kepada mereka secara umum, sekalipun di antara mereka terdapat orang-orang yang benci, orang-orang yang akan berbelanja, dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan. Sebab, mereka tidak merasa takut terhadap fitnah yang tidak ditimpakan hanya kepada orang-orang zhalim secara khusus, tetapi mereka juga terseret oleh kezhaliman orang-orang tersebut, meskipun mereka sama sekali tidak menginginkannya. Oleh karena itu, mereka di padukan dengan orang-orang zhalim.

Hal itu telah ditunjukkan oleh beberapa ayat A-Qur’an dan juga al-Hadits, bahwa siksaan itu jika ditimpakan, maka akan mencakup orang-orang shalih yang mereka tidak marah karena Allah (ketika melihat satu kemungkaran), tetapi orang yang selamat adalah mereka yang membuat perbaikan.

Allah berfirman :

فَلَوْلا كَانَ مِنَ الْقُرُونِ مِنْ قَبْلِكُمْ أُولُو بَقِيَّةٍ يَنْهَوْنَ عَنِ الْفَسَادِ فِي الأرْضِ إِلا قَلِيلا مِمَّنْ أَنْجَيْنَا مِنْهُمْ وَاتَّبَعَ الَّذِينَ ظَلَمُوا مَا أُتْرِفُوا فِيهِ وَكَانُوا مُجْرِمِينَ
وَمَا كَانَ رَبُّكَ لِيُهْلِكَ الْقُرَى بِظُلْمٍ وَأَهْلُهَا مُصْلِحُونَ


“Maka mengapa tidak ada dari umat-umat yang sebelum kamu orang-orang yang mempunyai keutamaan yang melarang daripada (mengerjakan) kerusakan di muka bumi, kecuali sebahagian kecil di antara orang-orang yang telah Kami selamatkan di antara mereka, dan orang-orang yang zalim hanya mementingkan kenikmatan yang mewah yang ada pada mereka, dan mereka adalah orang-orang yang berdosa”.

“Dan Tuhanmu sekali-kali tidak akan membinasakan negeri-negeri secara zalim, sedang penduduknya orang-orang yang berbuat kebaikan”. (QS.Hudd:116-117)

Yang demikian itu merupakan indikasi yang mengungkap salah satu dari sunnatullah dalam kehidupan berbagai umat. Dan umat yang suka berbuat kerusakan dengan memerintahkan manusia menyembah selain Allah, dalam berbagai bentuk. Lalu di antara mereka ada yang menolak perintah tersebut, mereka-lah itu yang selamat dan tidak ditimpakan siksaan dan kebinasaan. Tetapi umat-umat yang di antara mereka terdapat orang-orang yang berbuat zhalim dan melakukan kerusakan, lalu tidak ada seorang pun yang bangkit mencegahnya, atau ada yang mengingkarinya, namun ia tidak sampai memberi pengaruh terhadap realita yang rusak itu, maka sunnatullah akan berlaku kepada mereka, yaitu berupa pembinasaan, baik pembinasaan sampai ke akar-akarnya atau pembinasaan yang bersifat kelemahan dan kerusakan. Namun keduanya berakibat melenyapkan dan penggantian (oleh kaum yang lain).

Dari sini tampak nilai dakwah ke jalan Allah, pembersihan bumi dari kerusakan yang telah merajalela. Sebab ia merupakan benteng keamanan bagi seluruh umat dan bangsa. Dan para ahli dakwah, (dengan dakwahnya tersebut) mereka tidak hanya melaksanakan kewajiban terhadap Rabb dan Agama mereka saja, namun dengan demikian mereka telah menghalangi umat-umat mereka dari murka Allah dan adzab, serta sanksi-Nya.

=======
Nuzhatul Muttaqin



  • Manusia itu berbuat sesuai dengan tujuannya, baik ataupun buruk. Walaupun ada yang tidak merasa ketika sedang berbuat yang “tampak” baik namun sejatinya buruk, begitupula sebaliknya.
  • Ancaman bagi yang berkawan (akrab) dengan ahli maksiat dan fajir.
  • Anjuran untuk berkawan (akrab) dengan orang baik.
  • Kabar dari Rosululloh sholallohu ‘alaihi wassallam tentang sesuatu yang ghoib, dan bagi kita hanya wajib untuk mempercayainya, karena tidaklah yang keluar dari lisan Beliau sholallohu ‘alaihi wassallam adalah hawa nafsu, melainkan wahyu semata.

  • TIDAK ADA HIJRAH SETELAH FATHUL MAKKAH

    لاَ هِجْرَةَ بَعْدَ الْفَتْحِ، وَلَكِنْ جِهَادٌُ وَنِيَّةٌُ، وَإِذَا اسْتُنْفِرْتُمْ فَانْفِرُوا

    3. Dari ‘Aisyah, Ia berkata, Rasulullah berkata : ”Tidak ada hijrah setelah Fathu Makkah, tetapi (yang ada adalah) jihad dan niat. Maka apabila kalian diperintahkan jihad, maka berangkatlah” (HR. Bukhari dan Muslim).

    Artinya : Tidak ada hijrah dari Makkah, karena ia sudah menjadi Darul Islam atau Negeri Islam.


    Pengesahan Hadits :

    Diriwayatkan oleh Imam Bukhari (VII/226 – Fath). Imam Muslim (1864). Dalam Bab tersebut dari Ibnu Abbas menurut riwayat al-Bukhari (VI/3 – Fath).


    Kosa kata Asing :

    اَلفَتْحُ : Pembebasan kota Makkah.
    نِيَّةٌ : Mengikhlaskan amal perbuatan hanya karena Allah
    اُسْتَنْفِرْ تُمْ : Permintaan Imam (Pimpinan kaum muslimin) kepada kalian untuk pergi berjihad melawan musuh

    Kandungan Hadits : 

    1. Dihapuskannya kewajiban hijrah dari Makkah ke Madinah, karena ia sudah menjadi Darul Islam. Dan hukum kota Makkah sama seperti hukum kota-kota lainnya, jika ia sudah dibebaskan oleh kaum muslimin.

    2. Berita gembira dari Nabi bahwa Makkah akan menjadi Darul Islam untuk selamanya.

    3. Hijrah tidak akan terputus selam dunia ini masih terdapat Darul Kufur dan Darul Islam. Barang siapa yang berada di Darul Kufur sedang ia mampu keluar darinya menuju Darul Islam, maka hijrah baginya adalah wajib. Sedangkan kaum Mustadh’afiin (orang-orang terdindas), baik laki-laki maupun perempuan atau anak-anak yang tidak mampu berdaya upaya dan tidak mengetahui jalan (untuk berhijrah), maka Allah akan memberi jalan kepada mereka.

    4. Kebaikan yang terputus karena terputusnya hijrah dapat tercapai melalui jihad dan niat baik.

    5. Keharusan berperang jika pemimpin kaum muslimin menetapkan hal tersebut. Pada yang demikian itu terdapat penjelasan bahwa jihad (di jalan Allah) harus ada Imam atau pemimpin atau bendera.

    6. Suatu perbuatan itu dinilai dari niatnya.

    7. Keharusan berangkat berjihad, melatih serta mempersiapkan diri untuk melakukannya.

    ==========
    Nuzhatul Muttaqin




  • Jika suatu negri telah menjadi Daulah Islamiyyah/Negara Islam, maka tak ada kewajiban untuk hijrah darinya ke selainnya.
  • Namun wajibnya hijrah masih berlaku bagi seorang muslim jika negara atau tempat yang ia tinggali tidak dapat mendirikan perkara atau urusan Agama atau tinggal di negara kafir.
  • Wajib untuk memiliki niat atau tujuan Jihad dalam hidupnya, serta mempersiapkan diri untuk itu, sehingga jika ada panggilan dari pemimpin (untuk berjihad) ia mampu.
  • Jika telah gugur kewajiban seseorang untuk berhijrah dari Negara Islam ke Negara Islam lainnya, maka meninggalkan Negara Islam ke Negara Kafir karena hobby atau enjoy, atau untuk tinggal dan menetap disana (tanpa alasan yang kuat), adalah perkara yang dilarang dalam Syari’at. Inilah yang terjadi pada Umat Islam di Abad ini, khususnya masalah harta, yakni memindah harta/modal ke Negara Kafir (lebih bermanfaat bagi Negara Kafir dibanding Negara sendiri yang notabenenya mayoritas muslim)

  • 4.Dari Abu Abdillah yaitu Jabir bin Abdullah al-Anshari radhiallahu’anhuma, berkata: Kita berada beserta Nabi dalam suatu peperangan – iaitu perang Tabuk – kemudian beliau bersabda:
    Sesungguhnya di Madinah itu ada beberapa orang lelaki yang engkau semua tidak menempuh suatu perjalanan dan tidak pula menyeberangi suatu lembah, melainkan orang-orang tadi ada besertamu – yakni sama-sama memperolehi pahala – mereka itu terhalang oleh sakit – maksudnya andaikata tidak sakit pasti ikut berperang.”
    Dalam suatu riwayat dijelaskan: “Melainkan mereka – yang tertinggal itu – bersekutu dengan mu dalam hal pahalanya.” (Riwayat Muslim)
    Hadis sebagaimana di atas, juga diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Anas , Rasulullah bersabda:
    “Kita kembali dari perang Tabuk beserta Nabi , lalu beliau bersabda:
    “Sesungguhnya ada beberapa kaum yang kita tinggalkan di Madinah, tiada menempuh kita sekalian akan sesuatu lereng ataupun lembah, melainkan mereka itu bersama-sama dengan kita jua -jadi memperolehi pahala seperti yang berangkat untuk berperang itu – mereka itu terhalang oleh sesuatu keuzuran.

    KANDUNGAN HADITS
    1. Para mujahid di jalan alloh lebih baik beberapa derajat daripada orang orang yang duduk di tempat.
    2. Orang orang yang mempunyai alasan cacat fisik seperti orang buta, orang sakit, atau orang yang tua diperbolehkan untuk tidak ikut berperang.
    3. Orang yang berhalangan mengikuti peperangan berkedudukan sama dengan orang orang yang mempunyai alasan cacat pada fisiknya.
    4. Orang orang dari kalangan mereka yang berhalangan serta mempunyai niat baik dan tulus untuk berjihad, maka mereka akan mendapatkan pahala seperti pahala orang orang yang berjihad langsung.
    5. Keluasan rahmat alloh dan kemudahan dalam islam.

    =========
    Nuzhatul Muttaqin




  • Barang siapa yang mendapati dirinya udzur dalam mengikuti Jihad, maka tetap baginya Pahala Jihad sebagaimana para Mujahid, selama benar niat dan tujuannya yakni ikut serta dalam Jihad.
  • Jangan sampai hati seorang muslim kosong dari perkara Jihad. Minimal memiliki niat dan tujuan untuk Jihad.
  • 5.Dari Abu Yazid iaitu Ma’an bin Yazid bin Akhnas radhiallahu ‘anhum. Ia, ayahnya dan neneknya adalah termasuk golongan sahabat semua. Kata saya: “Ayahku, yaitu Yazid mengeluarkan beberapa dinar yang dengannya ia bersedekah, lalu dinar-dinar itu ia letakkan di sisi seseorang di dalam masjid.
    Saya – yakni Ma’an anak Yazid – datang untuk mengambilnya, kemudian saya menemui ayahku dengan dinar-dinar tadi. Ayah berkata: “Demi Allah, bukan engkau yang kukehendaki – untuk diberi sedekah itu.”
    Selanjutnya hal itu saya adukan kepada Rasulullah , lalu beliau bersabda:
    “Bagimu adalah apa yang engkau niatkan hai Yazid – yakni bahawa  engkau telah memperolehi pahala sesuai dengan niat sedekahmu itu – sedang bagimu adalah apa yang engkau ambil, hai Ma’an – yakni bahawa engkau boleh terus memiliki dinar-dinar tersebut, kerana juga sudah diizinkan oleh orang yang ada di masjid, yang dimaksudkan oleh Yazid tadi.”
    (Riwayat Bukhari)
    KANDUNGAN HADITS
    1. Membolehkan berbicara tentang berbagai karunia alloh serta berbincang tentang nikmat nikmat Nya.
    2. Diperbolehkannya mewakilkan pembagian sedekah kepada orang lain, apalagi sedekah tathawwu’, karena di dalamnya terdapat semacam penyembunyian amal(merahasiakannya).
    3. Dibolehkan mengerjakan sesuatu yang bersifat mutlak sesuai dgn kemutlakkannya, meskipun kemungkinan yg terjadi jika orang yang memutlakkkannya, terbetik pada hatinya sesuatu yang tidak mutlak, tentunya dia akan memberi kejelasan.
    4. Diperbolehkannya berhukum diantara ayah dan anak. Dan hal itu tdk dikategorikan sbg kedurhakaan.
    5. Diperbolehkan menyerahkan sedekah tathawwu’ kepada anak, cucu dan seterusnya.
    6. Orang yang bersedekah akan memperoleh pahala sesuai dengan niatnya baik sedekahnya itu sampai kepada penerima yang berhak atau tidak.
    7. Bagi seorang ayah tidak diperbolehkan untuk menarik kembali sedekah yang telah diberikan pada anaknya. Dan hal itu berbeda dengan hibah.

    ========
    Nuzhatul Muttaqin



  • Shodaqoh tathowwu’ (sunnah) boleh diperuntukkan dan dibagikan untuk cabang-cabang kebaikan secara luas (siapapun). Adapun shodaqoh wajib (zakat) tidak boleh dibagikan pada sembarang orang, hanya untuk mustahiq saja.
  • Bolehnya membayar zakat melalui wakil atau pihak ketiga (lazis atau sejenisnya)
  • Bukan termasuk kedurhakaan bagi anak kepada orangtuanya jika ada perlawanan yang dikarenakan untuk mencari kebenaran
  • Orang yang bersedekah akan tetap mendapatkan pahala jika benar niatnya, walaupun yang menerima sedekahnya bukan dari kalangan mustahiq.

  • 6.Dari Abu Ishak, yakni Sa’ad bin Abu Waqqash, yakni Malik bin Uhaib bin Abdu Manaf bin Zuhrah bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Luai al-Qurasyi az-Zuhri , iaitu salah satu dari sepuluh orang yang diberi kesaksian akan memperolehi syurga radhiallahu ‘anhum, katanya:
    Rasulullah  datang padaku untuk menjengukku pada tahun haji wada’ – yakni haji Rasulullah yang terakhir dan sebagai haji pamitan – kerana kesakitan yang menimpa diriku, lalu saya berkata: “Ya Rasulullah, sesungguhnya saja kesakitanku ini telah mencapai sebagaimana keadaan yang Tuan ketahui, sedang saya adalah seorang yang berharta dan tiada yang mewarisi hartaku itu melainkan seorang puteriku saja. Maka itu apakah dibenarkan sekiranya saya bersedekah dengan dua pertiga hartaku?” Beliau menjawab: “Tidak dibenarkan.” Saya berkata pula: “Separuh hartaku ya Rasulullah?” Beliau bersabda: “Tidak dibenarkan juga.” Saya berkata lagi: “Sepertiga, bagaimana ya Rasulullah?” Beliau lalu bersabda: “Ya, sepertiga boleh dan sepertiga itu sudah banyak atau sudah besar jumlahnya. Sesungguhnya jikalau engkau meninggalkan para ahli warismu dalam keadaan kaya-kaya, maka itu adalah lebih baik daripada engkau meninggalkan mereka dalam keadaan miskin meminta-minta pada orang banyak. Sesungguhnya tiada sesuatu nafkah yang engkau berikan dengan niat untuk mendapatkan keredhaan Allah, melainkan engkau pasti akan diberi pahalanya, sekalipun sesuatu yang engkau berikan untuk makanan isterimu.”
    Abu Ishak meneruskan huraiannya: Saya berkata lagi: “Apakah saya ditinggalkan – di Makkah – setelah kepulangan sahabat-sahabatku itu?” Beliau menjawab: “Sesungguhnya engkau itu tiada ditinggalkan, kemudian engkau melakukan suatu amalan yang engkau maksudkan untuk mendapatkan keredhaan Allah, melainkan engkau malahan bertambah darjat dan keluhurannya. Barangkali sekalipun engkau ditinggalkan – kerana usia masih panjang lagi -, tetapi nantinya akan ada beberapa kaum yang dapat memperolehi kemanfaatan dari hidupmu itu – yakni sesama kaum Muslimin, baik manfaat duniawiyah atau ukhrawiyah – dan akan ada kaum lain-lainnya yang memperolehi bahaya dengan sebab masih hidupmu tadi – yakni kaum kafir, sebab menurut riwayat Abu Ishak ini tetap hidup sampai dibebaskannya Irak dan lain-lainnya, lalu diangkat sebagai gubernor di situ dan menjalankan hak dan keadilan.
    Ya Allah, sempurnakanlah pahala untuk sahabat-sahabatku dalam hijrah mereka itu dan janganlah engkau balikkan mereka pada tumit-tumitnya – yakni menjadi murtad kembali sepeninggalnya nanti.
    Tetapi yang miskin – rugi – itu ialah Sa’ad bin Khaulah.”
    Rasulullah merasa sangat kasihan padanya sebab matinya di Makkah.
    (Muttafaq ‘alaih)
    KANDUNGAN HADITS
    1. Disyariatkannya menjenguk orang sakit bagi pemimpin dan juga bawahannya terutama dalam kondisi sakit.
    2. Diperbolehkan menyebutkan penyakit untuk suatu tujuan yang benar, misalnya meminta obat atau do’a dari seorang yang shalih tanpa disertai keluhan dan sikap tidak ridho, dan hal itu tdk bertentangan dengan kesabaran yang baik.
    3. Diperbolehkan meletakkan tangan di dahi orang yang sakit dan mengusap wajahnya serta mengusap bagian tubuh yang sakit dengan mendoakan mudah mudahan diberi panjang umur.
    4. Pahala berinfak itu tergantung pada benarnya niat dan mengharapkan keridhoan alloh.
    5. Diperbolehkannya mengumpulkan harta dengan syarat harta tersebut diperoleh dengan cara yang halal. Dan hal itu tdk dikategorikan sebagai harta simpanan jika pemiliknya menunaikan haknya (zakatnya).
    6. Wasiat itu tidak diperbolehkan lebih dari sepertiga
    7. Memberikan nafkah kepada keluarga itu mempunyai pahala tersendiri, jika dimaksudkan untuk mencari keridhoan Alloh.
    8. Berbagai kebaikan dan ketaatan yang tidak bisa dilakukan, bisa diganti dengan yang lainnya dalam hal pahala dan balasan.
    9. Anjuran untuk menyambung silaturahmi dan berbuat baik kepada kaum kerabat, dan bahwa menyambung tali persaudaraan dgn org yg lebih dekat kekerabatannya lebih baik daripada kepada orang yang lebih jauh.
    10. Larangan memindahkan mayit dari satu negeri ke negeri lain.
    11. Mencegah dari sarana kepada keburukan.
    12. Pembatasan kemutlakan yang ada di al Quran dengan as Sunnah.
    13. Kewajiban memperhatikan kemaslahatan ahli waris dan memelihara keadilan di antara mereka.
    14. Ucapan Alloh atau RosulNya yang ditujukan kepada seseorang mencakup orang lain yang memiliki sifat yang sama dengannya dari kalangan orang orang yang mendapat beban syariat.

    ===========
    Nuzhatul Muttaqin




  • Bolehnya menyebut, mengeluh atau mengadukan penyakit untuk tujuan yang benar, seperti meminta doa dari orang sholih
  • Bolehnya mengumpulkan uang dengan cara yang halal, dan tidak terhitung sebagai menyimpan harta/kikir selama ia menunaikan hak nya.
  • Wasiat tidak boleh lebih dari sepertiga, kecuali jika ahli warisnya mengizinkan
  • Manusia memperoleh pahala berdasarkan niatnya, dan infaq/sedekah itu diupayakan mulai dari keluarga terdekat
  • 7.Dari Sahabat Abi Huroiroh rodhiallohu ‘anhu, yakni ‘Abdurrohman bin Shokr mengatakan: Rosululloh sholallohu ‘alaihi wasallam bersabda;

    “Sejatinya Alloh (laa yandhuru ila ajsamikum) tidak melihat pada tubuh atau jasad kalian, juga tidak melihat pada wajah kalian, tetapi Dia melihat pada hati kalian dan amal kalian” [HR Muslim]

    KANDUNGAN HADITS

    ===========
    Nuzhatul Muttaqin


  • Ganjaran atas suatu amalan dapat dilihat dan digapai dengan apa yang bersumber dari hati, yaitu ikhlas dan niat yang benar.
  • Perhatian dengan keadaan atau hal-hal yang berkaitan dengan hati, memperbaiki tujuan (niat) dan mensucikannya dari segala yang buruk adalah hal yang dicintai Alloh, namun terlalu memfokuskan pada hati (saja) termasuk hal yang dibenci Alloh.
  • Perhatian untuk memperbaiki hati lebih diutamakan daripada sekedar amalan dengan anggota badan, Karena amalan atau ibadah hati dapat memperbaiki dan melengkapi amalan-amalan anggota badan yang sesuai syari’at.
  • Bisa jadi seseorang benar secara perbuatan namun salah dalam niat, maka yang kita lihat hanya perbuatan dzohirnya saja dan meninggalkan penilaian hati/niatnya, Karena itu urusan antara dia dengan Alloh Jalla wa ‘alaa.


  • =============
    Syarah Riyadush Shalihin Imam Nawawi, karya Syaikh Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin


    Sabda beliau “tetapi Dia melihat kepada hati kalian,” dalam riwayat lain dijelaskan “hati dan amal kalian.”

    Hadits ini menunjukkan seperti apa yang ditunjukkan oleh firman Allah,

    يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

    “Hai manusia, sesungguhya Kami menciptakan kamu dari seorang laki–laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa–bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnla Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al-Hujuraat: 13)

    Allah Subhanahu waTa’ala melihat manusia bukan pada badannya; apakah besar, kecil, sehat, atau sakit; dan tidak pula melihat pada rupanya, apakah cantik ataukah jelek.

    Semua itu tidak ada harganya di sisi Allah. Begitu juga Allah tidak melihat kepada nasab, apakah nasabnya tinggi atau rendah, tidak melihat pada harta dan tidak melihat kepada salah satu dari hal-hal semacam itu sama sekali.

    Tidak ada hubungan antara Allah dan hamba-Nya, kecuali dengan takwa. Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, maka dia lebih dekat kepada-Nya dan lebih mulia di sisi-Nya. Maka dari itu, janganlah kamu membanggakan hartamu, kecantikanmu, keindahan tubuhmu, anak-anakmu, istana-istanamu, mobil-mobilmu dan kekayaan dunia lainnya sama sekali, tetapi jika kamu di samping kaya juga mempunyai ketakwaan yang kuat, maka itu merupakan karunia terbesar dari sisi Allah, karena itu pujilah Allah atasnya.

    Ketahuilah bahwa amal perbuatan manusia itu tergantung kepada niatnya dan hatilah yang berperan di dalamnya.

    Betapa banyak manusia yang secara lahir amalnya tampak baik, benar, dan shalih, tetapi sesuatu yang dibangun di atas reruntuhan, maka bangunan itu pun akan runtuh.

    Niat adalah pondasi. Jika Anda mendapati dua orang yang sedang shalat bersama-sama di shaf yang sama dan mengikuti imam yang sama, tetapi nilai shalat mereka bisa jadi jauh berbeda seperti antara barat dan timur, karena hati mereka berbeda. Yang satu hatinya lalai bahkan mungkin terbersit riya’ di dalam shalatnya serta menghendaki keuntungan dunia, sedangkan satunya hatinya hadir yang dengan shalatnya dia ingin mencari keridhaan Allah dan mengikuti sunah Rasul-Nya.

    Antara keduanya terdapat perbedaan yang sangatjauh. Yang akan dinilai untuk mendapatkan pahala di hari Kiamat kelak adalah apa yang terbetik di dalam hati, seperti yang difirmankan Allah,

    إِنَّهُ عَلَى رَجْعِهِ لَقَادِرٌ (٨) يَوْمَ تُبْلَى السَّرَائِرُ

    “Sesungguhnya Allah benar-benar kuasa untuk mengembalikannya (hidup sesudah mati). Pada hari dinampakkan segala rahasia.” (QS. Ath-Thaariq: 8 – 9 )

    Hukum yang dijalankan manusia di dunia didasarkan pada sesuatu yang lahir, seperti yang disabdakan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, “Sesungguhnya saya menetapkan hukum berdasarkan apa yang saya dengar. ” Akan tetapi di akhirat kelak, yang akan dinilai adalah apa yang terbetik di dalam hati. Kita memohon kepada Allah agar Dia membersihkan hati kita semua.

    Jika hati kita baik, maka kita optimis akan mendapatkan kebaikan walaupun anggota badan yang lain tidak baik. Allah Subh anahu waTa’ala berfirman,

    أَفَلا يَعْلَمُ إِذَا بُعْثِرَ مَا فِي الْقُبُورِ (٩) وَحُصِّلَ مَا فِي الصُّدُورِ

    “Maka apakah dia tidak mengetahui apabila dibangkitkan apa yang ada di dalam kubur, dan dilahirkan apa lang ada di dalam dada,” (QS. Al- ‘Aadiyaat:9-10)

    Jadi, yang akan dinilai di akhirat kelak adalah apa yang ada di dalam hati. Jika Allah di dalam Kitab-Nya dan Rasulullah di dalam sunahnya menegaskan agar memperbaiki niat, maka yang harus dilakukan manusia adalah agar dia memperbaiki niatnya, menata hatinya, dan melihat keraguan yang ada di dalamnya, lalu menghilangkannya menuju keyakinan. Bagaimana caranya?

    Hal itu bisa dilakukan dengan cara melihat tanda-tanda kebesaran Allah, sebagaimana yang difirmankan-Nya,

    “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.” (QS. Ali Imran: 190)

    Di tempat lain Allah berfirman,

    “Sesungguhnya pada langit dan bumi benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) untuk orang-orang yang beriman. Dan pada penciptaan kamu dan pada binatang-binatang yang melata yang bertebaran (di muka bumi) terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) untuk kaum yang meyakini. “ (QS.Al-Jaatsiyah: 3-4)

    Oleh karena itu, kamu lihatlah tanda-tanda kebesaran Allah! Jika setan melemparkan keraguan di dalam hatimu, maka lihatlah tanda-tanda kebesaran Allah, lihatlah ke alam semesta ini dan renungkan. Lihat bagaimana keadaan berubah-ubah, bagaimana Allah mengatur pergantian hari bagi manusia hingga kamu tahu bahwa alam ini ada pengaturnya yang Maha Bijaksana, yaitu Allah Subhanahu wa Ta’ala’.

    Bersihkan hatimu dari kesyirikan, bagaimana cara membersihkannya?

    Bersihkan hatimu dengan mengatakan kepada dirimu sendiri, “Sesungguhnya jika aku berbuat maksiat kepada Allah, manusia tidak akan bisa memberi manfaat apa-apa kepadaku dan mereka tidak akan bisa menyelamatkanku dari siksa. Tetapi jika aku menaati perintah Allah, mereka tidak akan bisa memberiku pahala.”

    Hanya Allah-lah yang memberi pahala dan menahan siksa.’ Jika masalahnya seperti itu, mengapa kamu berbuat syirik kepada Allah? Mengapa kamu berniat dengan ibadahmu untuk mendekatkan diri kepada makhluk.Maka dari itu, siapa yang mendekatkan diri kepada makhluk dengan sesuatu yang dengannya dia mendekatkan diri kepada Allah, maka Allah dan manusia akan menjauh darinya.

    Mendekatkan diri kepada makhluk dengan cara yang digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah tidak akan menambah apa-apa baginya, kecuali justru semakin jauh dari Allah dan makhluk. Jika Allah ridha kepadamu, maka manusia pun akan ridha. Jika Allah murka kepadamu, maka manusia pun akanmurkakepadamu.Na’udzubillahmin dzalik!

    Yang penting wahai saudaraku, obatilah dan cucilah hatimu selalu hingga benar-benar bersih, seperti yang difirmankan Allah,

    “Mereka itulah orang-orang yang Allah tidak ingin membersihkan hati mereka.” (QS. Al-Maidah: 41 )

    Membersihkan hatimerupakanperkarapentingsekali, sayamemohon kepada Allah agar Dia membersihkan hati saya dan kamu, serta menjadikan kita termasuk orang-orang yang ikhlas dalam mengikuti Rasul-Nya.

    ===========================

    8.Dari Abu Musa, yakni Abdullah bin Qais al-Asy’ari , katanya: “Rasulullah ditanya perihal seseorang yang berperang dengan tujuan menunjukkan keberanian, ada lagi yang berperang dengan tujuan kesombongan – ada yang ertinya kebencian – ada pula yang berperang dengan tujuan pameran – menunjukkan pada orang-orang lain kerana ingin berpamer. Manakah di antara semua itu yang termasuk dalam jihad fi-sabilillah?
    Rasulullah menjawab:
    Barangsiapa yang berperang dengan tujuan agar kalimat Allah – Agama Islam – itulah yang luhur, maka ia disebut jihad fi-sabilillah.
    (Muttafaq ‘alaih)
    KANDUNGAN HADITS
    1. Amal shalih diperhitungkan berdasarkan niat yang benar.
    2. Keutamaan jihad terwujud bagi orang yang berperang di jalan Alloh dengan tujuan meninggikan KalimatNya dan agar agama seluruhnya hanya menjadi milik Alloh semata.
    3. Disunnahkan mempertanyakan alasan dilakukannya suatu perbuatan.
    4. Kewajiban mendahulukan ilmu atas amal.
    5. Celaan ketamakan terhadap dunia dan berperang karena kepentingan pribadi dan bukan karena ketaatan kepada alloh.

    =======
    Nuzhatul Muttaqin

    • Allah akan melihat amal seseorang berdasarkan niatnya.
    • Keutamaan orang yang berjihad hanya terbatas bagi mereka yang berjihad untuk menegakkan kalimat Allah, namun orang yang meninggal di medan jihad, bagaimanapun itu tetap diperlakukan layaknya orang yang mati syahid, tidak dimandikan, tidak dikafani, dan tidak dishalatkan, tetapi langsung dikubur. Sedangkan niatnya diserahkan pada Allah.
    HADITS NO. 9

    9.Dari Abu Bakrah, yakni Nufai’ bin Haris as-Tsaqafi bahawasanya Nabi bersabda:
    Apabila dua orang Muslim berhadap-hadapan dengan membawa masing-masing pedangnya – dengan maksud ingin berbunuh-bunuhan – maka yang membunuh dan yang terbunuh itu semua masuk di dalam neraka.”
    Saya bertanya: “Ini yang membunuh – patut masuk neraka -tetapi bagaimanakah halnya orang yang terbunuh – yakni mengapa ia masuk neraka pula?”
    Rasulullah menjawab:
    Kerana sesungguhnya orang yang terbunuh itu juga ingin sekali hendak membunuh kawannya.
    (Muttafaq ‘alaih)
    KANDUNGAN HADITS
    1. Barangsiapa yang berkeinginan keras untuk berbuat maksiat dengan sepenuh hati dan mengkonsentrasikan dirinya untuk melakukan kemaksiatan itu serta mendekati sebab sebabnya, maka dia berhak mendapatkan siksaan, dan urusannya terserah kepada alloh, jika menghendaki, Dia akan mengadzabnya, atau akan mengampuninya.
    2. Detikan hati dan bisikan bisikan jiwa termasuk hal yang dimaafkan.
    3. Peringatan agar mewaspadai sikap saling berperang antar sesama kaum muslimin, sebab hal itu dapat menjadikan mereka lemah, gagal dan kemurkaan alloh kepada mereka.
    4. Peperangan yang dilarang adalah yang didasarkan karena kepentingan duniawi karena suatu kebodohan, kesewenangan, kezhaliman atau mengikuti hawa nafsu. Yang dimaksud disini bukanlah perang utk membela kebenaran atau melawan kelompok yang sewenang wenang sehingga kembali kepd perintah alloh. Sebab seandainya menjauhkan diri dan tdk berperang, menetap di rumah2, dan menghancurkan persenjataan wajib dilakukan dalam setiap perbedaan yang terjadi di kalangan kaum muslimin, niscaya tdk akan ditegakkan hukuman had dan kebatilan tdk diberantas, dan niscaya kaum fasik akan dengan mudah mendapatkan jalan utk merampas harta orang lain, menumpahkan darah, merebut isteri orang, dan merusak kehormatan dengan cara memerangi kaum muslimin dan mereka diam saja karena berdalih bahwa ini adalah fitnah yg mana org islam disuruh utk menahan diri dan tdk ikut berperang. Hal tersebut jelas bertentangan dengan perintah utk membalas serangan orang orang bodoh dan memerangi orang orang zhalim dan sewenang wenang.
    5. Masuk neraka tidak mengharuskan untuk tetap abadi di dalamnya. Tidak mengkafirkan seorangpun karena suatu perbuatan dosa yang dikerjakannya selama ia tidak menghalalkannya.

    ==========
    Nuzhatul Muttaqin



  • Orang yang bertekad melakukan maksiat, dan sudah berusaha untuk melakukannya, maka ia mendapat dosa, baik kemaksiatan tersebut sudah ia lakukan atau belum. Namun jika kemaksiatan itu hanya sekedar terlintas di pikirannya, tidak terhitung sebagai dosa.
  • Peringatan dari Alloh kepada kaum Muslimin agar tidak saling membunuh karena itu hal yang akan menjadikan kaum muslimin lemah, dan juga mengundang kemarahan Alloh.
  • HADITS NO. 10

    10.Dari Abu Hurairah ., katanya: “Rasulullah bersabda:
    Shalatnya seseorang lelaki dengan berjamaah itu melebihi shalatnya di pasar atau rumahnya – secara sendirian atau munfarid – dengan dua puluh lebih – tiga sampai sembilan tingkat darjatnya. Yang sedemikian itu ialah kerana apabila seseorang itu berwudhu’ dan memperbaguskan cara wudhu’nya, kemudian mendatangi masjid, tidak menghendaki ke masjid itu melainkan hendak bersembahyang, tidak pula ada yang menggerakkan kepergiannya ke masjid itu kecuali hendak shalat, maka tidaklah ia melangkahkan kakinya selangkah kecuali ia dinaikkan tingkatnya sedarjat dan kerana itu pula dileburlah satu kesalahan daripadanya – yakni tiap selangkah tadi – sehingga ia masuk masjid.
    Apabila ia telah masuk ke dalam masjid, maka ia memperolehi pahala seperti dalam keadaan shalat, selama memang shalat itu yang menyebabkan ia bertahan di dalam masjid tadi, juga para malaikat mendoakan untuk mendapatkan kerahmatan Tuhan pada seseorang dari engkau semua, selama masih berada di tempat yang ia bersembahyang di situ. Para malaikat itu berkata: “Ya Allah, kasihanilah orang ini; wahai Allah, ampunilah ia; ya Allah, terimalah taubatnya.” Hal sedemikian ini selama orang tersebut tidak berbuat buruk -yakni berkata-kata soal keduniaan, mengumpat orang lain, memukul dan lain-lain – dan juga selama ia tidak berhadas – yakni tidak batal wudhu’nya.”
    Muttafaq ‘alaih
    KANDUNGAN HADITS
    1. Sholat sendirian di rumah atau di pasar itu diperbolehkan. Seandainya tidak diperbolehkan, niscaya ia tidak akan diberikan tingkatan pahala.
    2. Sholat di masjid pasar telah disyariatkan.
    3. Sholat berjamaah lebih utama daripada sholat sendirian dengan pahala 20 derajat lebih.
    4. Keikhlasan sangat diperhitungkan dalam realisasi pahala yang besar.
    5. Diantara tugas para malaikat adalah mendoakan orang orang mukmin dan memohonkan ampunan bagi mereka.
    6. Dianjurkan menunggu sholat sampai datang waktu sholat berikutnya.
    7. Dianjurkan bagi seorang muslim untuk senantiasa dalam keadaan suci (berwudhu).

    =========
    Nuzhatul Muttaqin


  • Makruh melakukan sholat ditengah pasar karena sangat ramai sehingga kemungkinan besarnya tidak khusyu’
  • Shalat berjamaah di masjid lebih tinggi pahalanya 25, 26, atau 27, derajat daripada shalat sendirian. Seperti dijelaskan riwayat-riwayat lain.
  • Ikhlas tetap menjadi kunci pahala dari suatu amal.
  • Shalat adalah ibadah paling utama karena para malaikat berdoa untuk orang yang sedang shalat
  • Diantara tugas para malaikat adalah berdoa untuk orang-orang yang beriman. Allah berfirman, “(Malaikat-malaikat) yang memikul Arsy dan malaikat yang berada di sekelilingnyabertasbih memuji Tuhannya. Mereka beriman kepada-Nya dan memintakan ampun untuk orang-orang yang beriman…” (Al-Mukmin ayat ; 7)
  • HADITS NO. 11

    11.Dari Abul Abbas, iaitu Abdullah bin Abbas bin Abdul Muththalib, radhiallahu ‘anhuma dari Rasulullah dalam suatu huraian yang diceriterakan dari Tuhannya Tabaraka wa Ta’ala – Hadis semacam ini disebut Hadis Qudsi – bersabda:
    Sesungguhnya Allah Ta’ala itu mencatat semua kebaikan dan keburukan, kemudian menerangkan yang sedemikian itu – yakni mana-mana yang termasuk hasanah dan mana-mana yang termasuk sayyi ‘ah.
    Maka barangsiapa yang berkehendak mengerjakan kebaikan, kemudian tidak jadi melakukannya, maka dicatatlah oleh Allah yang Maha Suci dan Tinggi sebagai suatu kebaikan yang sempurna di sisiNya, dan barangsiapa berkehendak mengerjakan kebaikan itu kemudian jadi melakukannya, maka dicatatlah oleh Allah sebagai sepuluh kebaikan di sisiNya, sampai menjadi tujuh ratus kali lipat, bahkan dapat sampai menjadi berganda-ganda yang amat banyak sekali.
    Selanjutnya barangsiapa yang berkehendak mengerjakan keburukan kemudian tidak jadi melakukannya maka dicatatlah oleh Allah Ta’ala sebagai suatu kebaikan yang sempurna di sisiNya dan barangsiapa yang berkehendak mengerjakan keburukan itu kemudian jadi melakukannya, maka dicatatlah oleh Allah Ta’ala sebagai satu keburukan saja di sisiNya.
    (Muttafaq ‘alaih)
    KANDUNGAN HADITS
    1. Kesempurnaan ilmu Alloh yang tidak ada sedikitpun di langit maupun dibumi atau yang lebih dari itu yang lepas dari jangkauan ilmu Nya, dan tidak ada satupun yang tersembunyi dariNya.
    2. Diantara tugas para malaikat adalah mencatat kebaikan dan keburukan. Alloh telah menugaskan malaikat yang mulia kepada setiap orang, mereka mengetahui dan mencatat apa yang dikerjakannya, alloh menghitungnya sedang mereka melupakannya.
    3. Keluasan rahmat alloh dan karuniaNya serta keagungan anugerahNya, Dia telah memberikan keadilan yang demikian jelas dalam keburukan dan tidak melipatgandakannya serta memberi maaf pada keinginan berbuat kejahatan selagi tidak dilaksanakan. Sedangkan pahala dalam kebaikan Dia lipatgandakan serta memberi pahala bagi orang yang sekedar berniat untuk mengerjakan kebaikan itu.
    4. Bertafakur dalam berbagai kebaikan menjadi sebab yang mengantar seseorang mengerjakannya.
    5. Mengingat dan menyadarkan diri sebelum berbuat keburukan dapat mencegah diri darinya.

    ============
    Nuzhatul Muttaqin


  • Orang yang berniat melakukan kebaikan, ia diberi satu pahala kebaikan karena tekad melakukan kebaikan, dan awal kebaikan adalah kebaikan.
  • Orang yang berniat melakukan keburukan, lalu menjauhi keburukan tersebut karena takut kepada Alloh, ia diberi pahala satu kebaikan karena niat buruk yang urung dilakukan adalah suatu kebaikan. Alloh berfirman, “…Sesungguhnya, perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk…” (QS Hud 114)

  • HADITS NO. 12

    12.Dari Abu Abdur Rahman, yaitu Abdullah bin Umar bin al-Khaththab radhiallahu ‘anhuma, katanya: Saya mendengar Rasulullah bersabda:
    Ada tiga orang dari golongan orang-orang sebelummu sama berangkat berpergian, sehingga terpaksalah untuk menempati sebuah gua guna bermalam, kemudian merekapun memasukinya. Tiba-tiba jatuhlah sebuah batu besar dari gunung lalu menutup gua itu atas mereka. Mereka berkata bahawasanya tidak ada yang dapat menyelamatkan engkau semua dari batu besar ini melainkan jikalau engkau semua berdoa kepada Allah Ta’ala dengan menyebutkan perbuatanmu yang baik-baik.
    Seorang dari mereka itu berkata: “Ya Allah. Saya mempunyai dua orang tua yang sudah tua-tua serta lanjut usianya dan saya tidak pernah memberi minum kepada siapapun sebelum keduanya itu, baik kepada keluarga ataupun hamba sahaya. Kemudian pada suatu hari amat jauhlah saya mencari kayu – yang dimaksud daun-daunan untuk makanan ternak. Saya belum lagi pulang pada kedua orang tua itu sampai mereka tertidur. Selanjutnya saya pun terus memerah minuman untuk keduanya itu dan keduanya saya temui telah tidur. Saya enggan untuk membangunkan mereka ataupun memberikan minuman kepada seseorang sebelum keduanya, baik pada keluarga atau hamba sahaya. Seterusnya saya tetap dalam keadaan menantikan bangun mereka itu terus-menerus dan gelas itu tetap pula di tangan saya, sehingga fajarpun menyingsinglah, Anak-anak kecil sama menangis kerana kelaparan dan mereka ini ada di dekat kedua kaki saya. Selanjutnya setelah keduanya bangun lalu mereka minum minumannya. Ya Allah, jikalau saya mengerjakan yang sedemikian itu dengan niat benar-benar mengharapkan keredhaanMu, maka lapanglah kesukaran yang sedang kita hadapi dari batu besar yang menutup ini.” Batu besar itu tiba-tiba membuka sedikit, tetapi mereka belum lagi dapat keluar dari gua.
    Yang lain berkata: “Ya Allah, sesungguhnya saya mempunyai seorang anak bapa saudara yang wanita – jadi sepupu wanita – yang merupakan orang yang tercinta bagiku dari sekalian manusia – dalam sebuah riwayat disebutkan: Saya mencintainya sebagai kecintaan orang-orang lelaki yang amat sangat kepada wanita – kemudian saya menginginkan dirinya, tetapi ia menolak kehendakku itu, sehingga pada suatu tahun ia memperolehi kesukaran. lapun mendatangi tempatku, lalu saya memberikan seratus dua puluh dinar padanya dengan syarat ia suka menyendiri antara tubuhnya dan antara tubuhku -maksudnya suka dikumpuli dalam seketiduran. Ia berjanji sedemikian itu. Setelah saya dapat menguasai dirinya – dalam sebuah riwayat lain disebutkan: Setelah saya dapat duduk di antara kedua kakinya – sepupuku itu lalu berkata: “Takutlah engkau pada Allah dan jangan membuka cincin – maksudnya cincin di sini adalah kemaluan, maka maksudnya ialah jangan melenyapkan kegadisanku ini – melainkan dengan haknya – yakni dengan perkahwinan yang sah -, lalu saya pun meninggalkannya, sedangkan ia adalah yang amat tercinta bagiku dari seluruh manusia dan emas yang saya berikan itu saya biarkan dimilikinya. Ya Allah, jikalau saya mengerjakan yang sedemikian dengan niat untuk mengharapkan keredhaanMu, maka lapangkanlah kesukaran yang sedang kita hadapi ini.” Batu besar itu kemudian membuka lagi, hanya saja mereka masih juga belum dapat keluar dari dalamnya.
    Orang yang ketiga lalu berkata: “Ya Allah, saya mengupah beberapa kaum buruh dan semuanya telah kuberikan upahnya masing-masing, kecuali seorang lelaki. Ia meninggalkan upahnya dan terus pergi. Upahnya itu saya perkembangkan sehingga bertambah banyaklah hartanya tadi. Sesudah beberapa waktu, pada suatu hari ia mendatangi saya, kemudian berkata: Hai hamba Allah, tunaikanlah sekarang upahku yang dulu itu. Saya berkata: Semua yang engkau lihat ini adalah berasal dari hasil upahmu itu, baik yang berupa unta, lembu dan kambing dan juga hamba sahaya. Ia berkata: Hai hamba Allah, janganlah engkau memperolok-olokkan aku. Saya menjawab: Saya tidak memperolok-olokkan engkau. Kemudian orang itu pun mengambil segala yang dimilikinya. Semua digiring dan tidak seekorpun yang ditinggalkan. Ya Allah, jikalau saya mengerjakan yang sedemikian ini dengan niat mengharapkan keredhaanMu, maka lapangkanlah kita dari kesukaran yang sedang kita hadapi ini.” Batu besar itu lalu membuka lagi dan mereka pun keluar dari gua itu.
    (Muttafaq ‘alaih)
    KANDUNGAN HADITS
    1. Disunahkan membaca doa ketika mengalami kesulitan.
    2. Disyariatkan bertawasul kepada alloh dengan amal shalih dan sifat2 dan nama2 alloh juga melalui doa orang yang shalih.
    3. Diantara dikabulkannya doa adalah berdoa dengan ikhlas dan ingatlah alloh ketika dalam kemudahan dan kebahagiaan.
    4. Menagih janji alloh dengan memohon kepadaNya
    5. Keutamaan berbakti kepada ke dua orang tua dan pengutamaan keduanya atas anak dan istri serta siap menghadapi berbagai kesulitan untuk berbuat kebaikan kepada mereka berdua.
    6. Perintah untuk menjaga kesucian, menahan diri dari hal2 yang haram, apalagi pada hal2 yang mampu dikerjakan dan memiliki keinginan untuk mengerjakannya.
    7. Meninggalkan kemaksiatan dengan menjauhi segala unsurnya karena “taubat” itu menghapus dosa2 sebelumnya.
    8. Keutamaan menepati janji, melaksanakan amanat, dan penuh toleransi dalam bermuamalah.
    9. Penetapan karomah atau kemuliaan bagi para wali alloh yang shalih. Yaitu mereka beriman dan bertakwa.
    10. Sesungguhnya alloh tidak akan menyia-nyiakan pahala orang orang yang berbuat kebaikan.


































































    Comments

    Popular posts from this blog

    HADITS NO. 54 - 59

    HADITS NO. 25 - 53