HADITS NO. 25 - 53
Bab 3. Sabar
HADITS NO. 25
وعن أبي مَالِكٍ الْحَارِثِ بْنِ عَاصِم الأشْعريِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم : « الطُّهُورُ شَطْرُ الإِيمَان ، وَالْحَمْدُ للَّه تَمْلأَ الْميزانَ وسُبْحَانَ الله والحَمْدُ للَّه تَمْلآنِ أَوْ تَمْلأ مَا بَيْنَ السَّموَات وَالأَرْضِ وَالصَّلاَةِ نورٌ ، والصَّدَقَةُ بُرْهَانٌ ، وَالصَّبْرُ ضِيَاءٌ ، والْقُرْآنُ حُجَّةُ لَكَ أَوْ عَلَيْكَ . كُلُّ النَّاس يَغْدُو، فَبِائِعٌ نَفْسَهُ فمُعْتِقُها ، أَوْ مُوبِقُهَا» رواه مسلم
25. Dari Abu Malik al-Harits bin Ashim al-Asy’ari radhiyallahu anhu berkata: Rasulullah shalallahu alaihi wasalam bersabda: “Bersuci adalah separuh keimanan dan Alhamdulillah itu memenuhi timbangan, Subhanallah dan Alhamdulillah itu dapat memenuhi atau mengisi penuh apa-apa yang ada diantara langit-langit dan bumi. Shalat adalah cahaya, sedekah adalah sebagai tanda -keimanan bagi yang memberikannya- sabar adalah merupakan cahaya pula, al-Quran adalah merupakan hujjah untuk kebahagiaanmu -jikalau mengikuti perintah-perintahnya dan menjauhi larangan-larangannya- dan dapat pula sebagai hujjah atas kemalanganmu -jikalau tidak mengikuti perintah-perintahnya dan suka melanggar larangan-larangannya. Setiap orang itu berpagi-pagi, maka ada yang menjual dirinya -kepada Allah- berarti ia memerdekakan dirinya sendiri -dari siksa Allah Ta’ala itu- dan ada yang merusakkan dirinya sendiri pula -karena tidak menginginkan keridhaan Allah Ta’ala.” (Riwayat Muslim 223)
Keterangan:
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam hadits ini ialah:
a. Bersuci yakni menyucikan diri dari hadas dan kotoran.
b. Memenuhi neraca karena sangat besar pahalanya, hingga neraca akhirat penuh dengan ucapan itu saja.
c. Artinya andaikata pahalanya itu dibentuk menjadi jisim yang tampak, pasti dapat memenuhi langit dan bumi.
d. Shalat adalah cahaya yakni cahaya yang menerangi kita ke jalan yang diridhai Allah. Sebab orang yang tidak suka bershalat pasti hati nuraninya tertutup daripada kebenaran yang sesungguh-sungguhnya.
e. Sedekah yang sunnah atau wajib (zakat) itu merupakan kenyataan yang menunjukkan bahwa orang itu benar-benar telah melakukan perintah Allah.
f. Al-Quran itu hujjah (keterangan) bagimu yakni membela dirimu kalau engkau suka melakukan isinya. Atau juga keterangan atasmu yakni mencelakakan dirimu yaitu kalau engkau menyalahi apa-apa yang menjadi perintah Allah.
g. Kita di dunia ini ibarat orang yang sedang dalam berpergian ke lain tempat yang hanya terbatas sekali waktunya. Di tempat itu kita menjual diri yakni memperjuangkan nasib untuk hari depan seterusnya yang kekal yaitu di akhirat. Tetapi di dalam memperjuangkan itu, ada diantara kita yang memerdekakan diri sendiri yakni melakukan semua amal baik dan perintah-perintah Allah, sehingga diri kita merdeka nanti di syurga. Tetapi ada pula yang merusak dirinya sendiri karena melakukan larangan-larangan Allah hingga rusaklah akhirnya nanti di dalam neraka, amat pedih siksa yang ditemuinya.
Bahjatun Nazirin
@ Keutamaan wudhu
@ Amal perbuatan mempunyai berat kelak pada hari Kiamat, yang dapat memperberat atau memperingan timbangan
@ Menetapkan adanya Mizan (timbangan amal perbuatan dia khirat)
@ Keutamaan Dzikir dan keagungan pahalanya
@ Perintah untuk memperbanyak shalat
@ Memperbanyak sedekah merupakan bukti kesungguhan dan keikhlasan seorang mukmin serta kekuatannya dalam berpegang teguh kepada syariatnya
@ Keutamaan sabar terus menerus mendapatkan penerangan dan petunjuk
@ Al Quran Dan As Sunnah keduanya sumber bagi seluruh hukum-hukum syariat
@ Setiap orang harus beramal shalih setiap saat
HADITS NO. 26
وَعَنْ أبي سَعيدٍ بْن مَالِك بْن سِنَانٍ الخُدْرِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ نَاساً مِنَ الأنصَارِ سَأَلُوا رَسُولَ الله صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم فأَعْطاهُم ، ثُمَّ سَأَلُوهُ فَأَعْطَاهُمْ ، حَتَّى نَفِد مَا عِنْدَهُ ، فَقَالَ لَهُمْ حِينَ أَنَفَقَ كُلَّ شَيْءٍ بِيَدِهِ : « مَا يَكُنْ مِنْ خَيْرٍ فَلَنْ أدَّخِرَهُ عَنْكُمْ ، وَمَنْ يسْتعْفِفْ يُعِفَّهُ الله وَمَنْ يَسْتَغْنِ يُغْنِهِ اللَّهُ ، وَمَنْ يَتَصَبَّرْ يُصَبِّرْهُ اللَّهُ . وَمَا أُعْطِىَ أَحَدٌ عَطَاءً خَيْراً وَأَوْسَعَ مِنَ الصَّبْرِ » مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
26. Dari Abu Said yaitu Sa’ad bin Malik bin Sinan al-Khudri radhiallahu ‘anhuma bahwasanya ada beberapa orang dari kaum Anshar meminta -sedekah- kepada Rasulullah shalallahu alaihi wasalam, lalu beliau memberikan sesuatu pada mereka itu, kemudian mereka meminta lagi dan beliau pun memberinya pula sehingga habislah harta yang ada di sisinya, kemudian setelah habis membelanjakan segala sesuatu dengan tangannya itu beliau bersabda: “Apa saja kebaikan -yakni harta- yang ada di sisiku, maka tidak sekali-kali akan kusimpan sehingga tidak kuberikan padamu semua, tetapi karena sudah habis, maka tidak ada yang dapat diberikan. Barangsiapa yang menjaga diri -dari meminta-minta pada orang lain-, maka akan diberi rezeki kepuasan oleh Allah dan barangsiapa yang merasa dirinya cukup maka akan diberi kekayaan oleh Allah -kaya hati dan jiwa- dan barangsiapa yang berlaku sabar maka akan dikarunia kesabaran oleh Allah. Tiada seorangpun yang dikaruniai suatu pemberian yang lebih baik serta lebih luas -kegunaannya- daripada karunia kesabaran itu.” (Muttafaq ‘alaih)
PENGESAHAN HADITS :
Diriwayatkan oleh Bukhori [III/335-Fath] and Muslim [1053].
KANDUNGAN HADITS :
1. Kedermawanan nabi dan kemuliaan akhlak pada diri beliau.
2. Kekayaan itu bukan berarti memiliki banyak barang berharga, tetapi yang dimaksud kaya jiwa.
3. Anjuran untuk selalu puas dan menjaga kehormatan diri.
4. Diperbolehkan memberi kepada orang yang meminta 2 kali.
5. Diperbolehkan meminta maaf dan tidak memberi kepada orang yang meminta-minta.
6. Diperbolehkan meminta-minta jika keadaan terpaksa karena kebutuhan dan tidak ada jalan lain, tetapi meninggalkannya dan bersabar adalah lebih baik.
HADITS NO. 27
وَعَنْ أبي يَحْيَى صُهَيْبِ بْنِ سِنَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُولُ الله صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم : «عَجَباً لأمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ لَهُ خَيْرٌ ، وَلَيْسَ ذَلِكَ لأِحَدٍ إِلاَّ للْمُؤْمِن : إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْراً لَهُ ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خيْراً لَهُ » رواه مسلم
27. Dari Abu Yahya, yaitu Shuhaib bin Sinan radhiyallahu anhu, katanya: Rasulullah shalallahu alaihi wasalam bersabda: “Amat mengherankan sekali keadaan orang mu’min itu, sesungguhnya semua keadaannya itu adalah merupakan kebaikan baginya dan kebaikan yang sedemikian itu tidak akan ada lagi seorangpun melainkan hanya untuk orang mu’min itu belaka, yaitu apabila ia mendapatkan kelapangan hidup, iapun bersyukur, maka hal itu adalah kebaikan baginya, sedang apabila ia ditimpa oleh kesukaran -yakni yang merupakan bencana- iapun bersabar dan hal inipun adalah merupakan kebaikan baginya.” (Riwayat Muslim 2999)
KANDUNGAN HADITS :
@ Orang mukmin senantiasa bersyukur saat merasakan kesenangan dan bersabar atas kesusahan yang menimpanya. Senantiasa ridho
@ Orang kafir senantiasa gelisah dan marah dalam menghadapi musibah
HADITS NO. 28
وعنْ أَنسٍ رضِيَ الله عنْهُ قَالَ : لمَّا ثقُلَ النَّبِيُّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم جَعَلَ يتغشَّاهُ الكرْبُ فقَالتْ فاطِمَةُ رَضِيَ الله عنْهَا : واكَرْبَ أبَتَاهُ ، فَقَالَ : « ليْسَ عَلَى أبيك كرْبٌ بعْدَ اليَوْمِ » فلمَّا مَاتَ قالَتْ : يَا أبتَاهُ أَجَابَ ربّاً دعَاهُ ، يا أبتَاهُ جنَّةُ الفِرْدَوْسِ مأوَاهُ ، يَا أَبَتَاهُ إِلَى جبْريلَ نْنعَاهُ ، فلَمَّا دُفنَ قالتْ فاطِمَةُ رَضِيَ الله عَنهَا : أطَابتْ أنفسُكُمْ أَنْ تَحْثُوا عَلَى رسُول الله صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم التُّرابَ ؟ روَاهُ البُخاريُّ
28. Dari Anas radhiyallahu anhu katanya: “Ketika Nabi shalallahu alaihi wasalam sudah berat sakitnya, maka beliaupun diliputi oleh kedukaan -karena menghadapi sakaratul maut-, kemudian Fathimah radhiallahu ‘anha berkata: ”Aduhai kesukaran yang dihadapi ayahanda.” Beliau shalallahu alaihi wasalam lalu bersabda: “Ayahmu tidak akan memperoleh kesukaran lagi sesudah hari ini.” Selanjutnya setelah beliau shalallahu alaihi wasalam wafat, Fathimah berkata: “Aduhai ayahanda, beliau telah memenuhi panggilan Tuhannya. Aduhai ayahanda, syurga Firdaus adalah tempat kediamannya. Aduhai ayahanda, kepada Jibril kita sampaikan berita wafatnya.” Kemudian setelah beliau dikebumikan, Fathimah radhiallahuanha berkata pula: “Hai Anas, mengapa hatimu semua merasa tenang dengan menyebarkan tanah di atas makam Rasulullah s.a.w itu?” Maksudnya: Melihat betapa besar kecintaan para sahabat kepada beliau shalallahu alaihi wasalam itu tentunya akan merasa tidak sampai hati mereka untuk menutupi makam Rasulullah shalallahu alaihi wasalam dengan tanah. Mendengar ucapan Fathimah radhiallahu ‘anha ini, Anas radhiyallahu anhu diam belaka dan tentunya dalam hati ia berkata: “Hati memang tidak sampai berbuat demikian, tetapi sudah demikian itulah yang diperintahkan oleh beliau shalallahu alaihi wasalam sendiri.” (Riwayat Bukhari)
PENGESAHAN HADITS
Diriwayatkan oleh Bukhori [VIII/149-Fath].
KANDUNGAN HADITS
1. Para nabi adalah orang-orang yang mendapatkan cobaan yang paling berat dalam kehidupan mereka dan ketika menghadapi kematian mereka.
2. Diperbolehkan bersedih atas seseorang yang menghadapi Naza’ dan bukan termasuk ratapan yang dilarang.
3. Diperbolehkan menyebutkan sifat-sifat orang yang sudah meninggal.
4. Kehidupan setelah kehidupan dunia ini adalah lebih baik bagi para nabi demikian pula bagi para pengikutnya.
5. Dunia merupakan tempat yang penuh penderitaan dan kesusahan, sedangkan bagi orang mukmin alam akhirat terlepas dari semua itu.
HADITS NO. 29
وعنْ أبي زيْد أُسامَة بن زيد حَارثَةَ موْلَى رسُول الله صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم وحبَّهِ وابْنِ حبِّهِ رضـِيَ الله عنهُمَا ، قالَ : أَرْسلَتْ بنْتُ النَّبِيِّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم : إنَّ ابْنِي قَدِ احتُضِرَ فاشْهدْنَا ، فأَرسَلَ يقْرِئُ السَّلامَ ويَقُول : « إن للَّه مَا أَخَذَ ، ولهُ مَا أعْطَى ، وكُلُّ شَيْءٍ عِنْدَهُ بأجَلٍ مُسمَّى ، فلتصْبِر ولتحْتسبْ » فأرسَلَتْ إِليْهِ تُقْسمُ عَلَيْهِ ليأْتينَّها. فَقَامَ وَمَعَهُ سَعْدُ بْنُ عُبادَةَ، وَمُعَاذُ ابْنُ جَبَلٍ ، وَأُبَيُّ بْنَ كَعْبٍ ، وَزَيْدُ بْنِ ثاَبِتٍ ، وَرِجَالٌ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ ، فَرُفِعَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم الصبيُّ ، فأقعَدَهُ في حِجْرِهِ ونَفْسُهُ تَقعْقعُ ، فَفَاضتْ عَيْناهُ ، فقالَ سعْدٌ : يَا رسُولَ الله مَا هَذَا ؟ فقالَ: « هَذِهِ رَحْمةٌ جعلَهَا اللَّهُ تعَلَى في قُلُوبِ عِبَادِهِ » وفي روِايةٍ : « في قُلُوبِ منْ شَاءَ مِنْ عِبَادِهِ وَإِنَّمَا يَرْحَمُ اللَّهُ منْ عِبَادِهِ الرُّحَمَاءَ » مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ .
وَمَعْنَى « تَقَعْقَعُ » : تَتحَرَّكُ وتَضْطَربُ .
29. Dari Abu Zaid, yaitu Usamah bin Zaid bin Haritsah, -hamba- sahaya Rasulullah shalallahu alaihi wasalam serta kekasihnya serta putera kekasihnya pula radhiallahu ‘anhuma, katanya: “Puteri Nabi shalallahu alaihi wasalam mengirimkan berita kepada Nabi shalallahu alaihi wasalam -bahwa anakku sudah hampir meninggal dunia, maka dari itu diminta supaya menyaksikan keadaan kita.” (Kita: yakni yang akan meninggal serta yang sedang menungguinya) Beliau lalu mengirimkan kabar sambil menyampaikan salam, katanya: “Sesungguhnya bagi Allah adalah apa yang Dia ambil dan bagiNya pula apa yang Dia berikan dan segala sesuatu di sampingnya itu adalah dengan ajal yang telah ditentukan, maka hendaklah bersabar dan berniat mencari keridhaan Allah.” Puteri Nabi shalallahu alaihi wasalam mengirimkan berita lagi serta bersumpah nadanya supaya beliau suka mendatanginya dengan sungguh-sungguh. Beliau shalallahu alaihi wasalam lalu berdiri dan disertai oleh Sa’ad bin Ubadah, Mu’az bin Jabal, Ubai bin Ka’ab dan Zaid bin Tsabit dan beberapa orang lelaki lain radhiallahu ‘anhum. Anak kecil itu lalu disampaikan kepada Rasulullah shalallahu alaihi wasalam, kemudian diletakkannya di atas pangkuannya sedang nafas anak itu terengah-engah. Kemudian melelehlah airmata dari kedua mata beliau shalallahu alaihi wasalam itu. Sa’ad berkata: “Hai Rasulullah, apakah itu?” Beliau shalallahu alaihi wasalam menjawab: “Airmata ini adalah sebagai kesan dari kerahmatan Allah Ta’ala dalam hati para hambaNya.” Dalam riwayat lain disebutkan: “Dalam hati siapa saja yang disukai olehNya daripada hambaNya. Hanya saja Allah itu merahmati dari golongan hamba-hambaNya yakni orang-orang yang menaruh belas kasihan -pada sesamanya.” (Muttafaq ‘alaih).
Keterangan:
Makna Taqa’qa’u ialah bergerak dan bergoncang keras (berdebar-debar).
PENGESAHAN HADITS
Diriwayatkan oleh Bukhori (III/151-Fath) dan Muslim (923).
KANDUNGAN HADITS
1. Diperbolehkan mengundang orang yang mempunyai kelebihan & keutamaan untuk datang menjenguk orang yang sedang sakaratul maut, untuk mendapatkan keberkahan dan doa mereka dan dibolehkan pula bersumpah kepada mereka.
2. Diperbolehkan berjalan menuju tempat ta’ziyah dan menjenguk orang sakit tanpa seizinnya, berbeda dengan walimah.
3. Disunnahkan untuk menasehati orang yang ditimpa musibah agar senantiasa tabah dan sabar menghadapi datangnya kematian, sehingga ketika kematian itu benar-benar datang dia sudah rela terhadap ketetapan Alloh.
4. Memberitahu orang yang mengundang mengenai apa yang dikehendakinya.
5. Diperbolehkan menyampaikan undangan berkali kali atau memanggil beberapa kali.
6. Anjuran untnk mengasihi dan menyayangi sesama makhluk Alloh.
7. Kasih sayang yang terjalin antar sesama umat manusia menyebabkan datang rahmat dan kasih sayang alloh kepada mereka.
8. Peringatan keras akan kebekuan hati dan kebekuan pandangan.
9. Diperbolehkan menangis tanpa diiringi dengan ratapan.
10. Diwajibkan mendahulukan salam atas ucapan.
11. Menghibur orang yang tertimpa musibah degan hiburan yang dapat menghilangkan rasa sedihnya.
12. Menjenguk orang sakit meski kepada seorang yang tidak lebih utama dari penjenguk atau kepada anak kecil sekalipun, merupakan bagian dari akhlak terpuji.
13. Diperbolehkan anggota bertanya kepada pemimpin atau atasannya mengenai apa yang secara lahiriyah tampak kurang jelas.
14. Mendahulukan etika yang baik sebelum mengajukan pertanyaan.
HADITS NO. 30
HADITS NO. 30
وَعَنْ صُهَيْبٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم قَالَ : « كَانَ مَلِكٌ فيِمَنْ كَانَ قبْلَكُمْ، وَكَانَ لَهُ سَاحِرٌ ، فَلَمَّا كَبِرَ قَالَ لِلْمَلِك : إِنِّي قَدْ كَبِرْتُ فَابعَثْ إِلَيَّ غُلاَماً أُعَلِّمْهُ السِّحْرَ ، فَبَعَثَ إِلَيْهِ غُلاَماً يعَلِّمُهُ ، وَكَانَ في طَريقِهِ إِذَا سَلَكَ رَاهِبٌ، فَقَعَدَ إِلَيْهِ وَسَمِعَ كَلاَمهُ فأَعْجَبهُ ، وَكَانَ إِذَا أَتَى السَّاحِرَ مَرَّ بالرَّاهِب وَقَعَدَ إِلَيْه ، فَإِذَا أَتَى السَّاحِرَ ضَرَبَهُ ، فَشَكَا ذَلِكَ إِلَى الرَّاهِبِ فقال : إِذَا خَشِيتَ السَّاحِر فَقُلْ : حبَسَنِي أَهْلي ، وَإِذَا خَشِيتَ أَهْلَكَ فَقُلْ: حَبَسَنِي السَّاحرُ .
فَبيْنَمَا هُو عَلَى ذَلِكَ إذْ أتَى عَلَى دابَّةٍ عظِيمَة قدْ حَبَسَت النَّاس فقال : اليوْمَ أعْلَمُ السَّاحِرُ أفْضَل أم الرَّاهبُ أفْضلَ ؟ فأخَذَ حجَراً فقالَ : اللهُمَّ إنْ كان أمْرُ الرَّاهب أحَبَّ إلَيْكَ مِنْ أَمْرِ السَّاحِرِ فاقتُلْ هَذِهِ الدَّابَّة حتَّى يمْضِيَ النَّاسُ ، فرَماها فقتَلَها ومَضى النَّاسُ، فأتَى الرَّاهب فأخبَرهُ . فقال لهُ الرَّاهبُ : أىْ بُنيَّ أَنْتَ اليوْمَ أفْضلُ منِّي ، قدْ بلَغَ مِنْ أمْركَ مَا أَرَى ، وإِنَّكَ ستُبْتَلَى ، فإنِ ابْتُليتَ فَلاَ تدُلَّ عليَّ ، وكانَ الغُلامُ يبْرئُ الأكْمةَ والأبرصَ ، ويدَاوي النَّاس مِنْ سائِرِ الأدوَاءِ . فَسَمعَ جلِيسٌ للملِكِ كانَ قدْ عمِىَ، فأتَاهُ بهداياَ كثيرَةٍ فقال : ما ههُنَا لك أجْمَعُ إنْ أنْتَ شفَيْتني ، فقال إنِّي لا أشفِي أحَداً، إِنَّمَا يشْفِي الله تعَالى، فإنْ آمنْتَ بِاللَّهِ تعَالَى دعوْتُ الله فشَفاكَ ، فآمَنَ باللَّه تعَالى فشفَاهُ اللَّهُ تَعَالَى ، فأتَى المَلِكَ فجَلَس إليْهِ كما كانَ يجْلِسُ فقالَ لَهُ المَلكُ : منْ ردَّ علَيْك بصَرك؟ قال : ربِّي . قَالَ: ولكَ ربٌّ غيْرِي ؟، قَالَ : رَبِّي وربُّكَ الله ، فأَخَذَهُ فلَمْ يزلْ يُعذِّبُهُ حتَّى دلَّ عَلَى الغُلاَمِ فجئَ بِالغُلاَمِ ، فقال لهُ المَلكُ : أىْ بُنَيَّ قدْ بَلَغَ منْ سِحْرِك مَا تبْرئُ الأكمَهَ والأبرَصَ وتَفْعلُ وَتفْعَلُ فقالَ : إِنَّي لا أشْفي أَحَداً ، إنَّما يشْفي الله تَعَالَى، فأخَذَهُ فَلَمْ يزَلْ يعذِّبُهُ حتَّى دلَّ عَلَى الرَّاهبِ ، فجِئ بالرَّاهِبِ فقيل لَهُ : ارجَعْ عنْ دِينكَ، فأبَى ، فدَعا بالمنْشَار فوُضِع المنْشَارُ في مفْرقِ رأْسِهِ، فشقَّهُ حتَّى وقَعَ شقَّاهُ ، ثُمَّ جِئ بجَلِيسِ المَلكِ فقِلَ لَهُ : ارجِعْ عنْ دينِكَ فأبَى ، فوُضِعَ المنْشَارُ في مفْرِقِ رَأسِهِ ، فشقَّهُ به حتَّى وقَع شقَّاهُ ، ثُمَّ جئ بالغُلامِ فقِيل لَهُ : ارجِعْ عنْ دينِكَ ، فأبَى ، فدَفعَهُ إِلَى نَفَرٍ منْ أصْحابِهِ فقال : اذهبُوا بِهِ إِلَى جبَلِ كَذَا وكذَا فاصعدُوا بِهِ الجبلَ ، فـإذَا بلغتُمْ ذروتهُ فإنْ رجعَ عنْ دينِهِ وإِلاَّ فاطرَحوهُ فذهبُوا به فصعدُوا بهِ الجَبَل فقال : اللَّهُمَّ اكفنِيهمْ بمَا شئْت ، فرجَف بِهمُ الجَبَلُ فسَقطُوا ، وجَاءَ يمْشي إِلَى المَلِكِ ، فقالَ لَهُ المَلكُ : ما فَعَلَ أَصحَابكَ ؟ فقالَ : كفانيهِمُ الله تعالَى ، فدفعَهُ إِلَى نَفَرَ منْ أصْحَابِهِ فقال : اذهبُوا بِهِ فاحملُوه في قُرقُور وَتَوسَّطُوا بِهِ البحْرَ ، فإنْ رَجَعَ عنْ دينِهِ وإلاَّ فَاقْذفُوهُ ، فذَهبُوا بِهِ فقال : اللَّهُمَّ اكفنِيهمْ بمَا شِئْت ، فانكَفَأَتْ بِهِمُ السَّفينةُ فغرِقوا ، وجَاءَ يمْشِي إِلَى المَلِك . فقالَ لَهُ الملِكُ : ما فَعَلَ أَصحَابكَ ؟ فقال : كفانِيهمُ الله تعالَى . فقالَ للمَلِكِ إنَّك لسْتَ بقَاتِلِي حتَّى تفْعلَ ما آمُركَ بِهِ . قال : ما هُوَ ؟ قال : تجْمَعُ النَّاس في صَعيدٍ واحدٍ ، وتصلُبُني عَلَى جذْعٍ ، ثُمَّ خُذ سهْماً مِنْ كنَانتِي ، ثُمَّ ضعِ السَّهْمِ في كَبدِ القَوْسِ ثُمَّ قُل : بسْمِ اللَّهِ ربِّ الغُلاَمِ ثُمَّ ارمِنِي ، فإنَّكَ إذَا فَعَلْتَ ذَلِكَ قَتَلْتنِي . فجَمَع النَّاس في صَعيدٍ واحِدٍ ، وصلَبَهُ عَلَى جذْعٍ ، ثُمَّ أَخَذَ سهْماً منْ كنَانَتِهِ ، ثُمَّ وضَعَ السَّهمَ في كبِدِ القَوْسِ، ثُمَّ قَالَ : بِسْم اللَّهِ رَبِّ الغُلامِ ، ثُمَّ رمَاهُ فَوقَعَ السَّهمُ في صُدْغِهِ ، فَوضَعَ يدَهُ في صُدْغِهِ فمَاتَ . فقَالَ النَّاسُ : آمَنَّا بِرَبِّ الغُلاَمِ ، فَأُتِىَ المَلكُ فَقِيلُ لَهُ : أَرَأَيْت ما كُنْت تحْذَر قَدْ وَاللَّه نَزَلَ بِك حَذرُكَ . قدْ آمنَ النَّاسُ . فأَمَرَ بِالأخدُودِ بأفْوَاهِ السِّكك فخُدَّتَ وَأضْرِمَ فِيها النيرانُ وقالَ : مَنْ لَمْ يرْجَعْ عنْ دينِهِ فأقْحمُوهُ فِيهَا أوْ قيلَ لَهُ : اقْتَحمْ ، ففعَلُوا حتَّى جَاءتِ امرَأَةٌ ومعَهَا صَبِيٌّ لهَا ، فَتقَاعَسَت أنْ تَقعَ فِيهَا ، فقال لَهَا الغُلاَمُ : يا أمَّاهْ اصبِرِي فَإِنَّكَ عَلَي الحَقِّ » روَاهُ مُسْلَمٌ .
« ذرْوةُ الجَبلِ » : أعْلاهُ ، وَهي بكَسْر الذَّال المعْجمَة وضمها و « القُرْقورُ » بضَمِّ القَافَيْن : نوْعٌ منْ السُّفُن و « الصَّعِيدُ » هُنا : الأرضُ البارزَةُ و «الأخْدُودُ»: الشُّقوقُ في الأرْضِ كالنَّهْرِ الصَّغيرِ و « أُضرِمَ » أوقدَ « وانكفَأَت» أي : انقلبَتْ و « تقاعسَت » توقَّفتْ وجبُنتْ
30. Dari Shuhaib radhiyallahu anhu bahwasanya Rasulullah shalallahu alaihi wasalam bersabda: “Dahulu ada seorang raja dari golongan umat yang sebelum engkau semua, ia mempunyai seorang ahli sihir. Setelah penyihir itu tua, ia berkata kepada raja: “Sesungguhnya saya ini telah tua, maka itu kirimkanlah padaku seorang anak yang akan saya beri pelajaran ilmu sihir.” Kemudian raja itu mengirimkan padanya seorang anak untuk diajarinya. Anak ini di tengah perjalanannya bertemu seorang rahib -pendeta Nasrani yang- berjalan di situ, iapun duduklah padanya dan mendengarkan ucapan-ucapannya. Apabila ia telah datang di tempat penyihir -yakni dari pelajarannya, iapun melalui tempat rahib tadi dan terus duduk di situ- untuk mendengarkan ajaran-ajaran Tuhan yang disampaikan olehnya. Selanjutnya apabila datang di tempat penyihir, iapun dipukul olehnya -karena kelambatan datangnya. Hal yang sedemikian itu diadukan oleh anak itu kepada rahib, lalu rahib berkata: “Jikalau engkau takut pada penyihir itu, katakanlah bahwa engkau ditahan oleh keluargamu dan jikalau engkau takut pada keluargamu, maka katakanlah bahwa engkau ditahan oleh penyihir.” Pada suatu ketika di waktu ia dalam keadaan yang sedemikian itu, lalu tibalah ia di suatu tempat dan di situ ada seekor binatang yang besar dan menghalang-halangi orang banyak -untuk berlalu di jalanan itu. Anak itu lalu berkata: “Pada hari ini saya akan mengetahui, apakah penyihir itu yang lebih baik ataukah pendeta itu yang lebih baik?” Iapun lalu mengambil sebuah batu kemudian berkata: “Ya Allah, apabila perkara pendeta itu lebih dicintai di sisiMu daripada perkara penyihir, maka bunuhlah binatang ini sehingga orang-orang banyak dapat berlalu.” Selanjutnya binatang itu dilemparnya dengan batu tadi, kemudian dibunuhnya dan orang-orang pun berlalulah. Ia lalu mendatangi rahib dan memberitahukan hal tersebut. Rahib itupun berkata: “Hai anakku, engkau sekarang adalah lebih mulia daripadaku sendiri. Keadaanmu sudah sampai di suatu tingkat yang saya sendiri dapat memakluminya. Sesungguhnya engkau akan terkena cobaan, maka jikalau engkau terkena cobaan itu, janganlah menunjuk kepadaku.” Anak itu lalu dapat menyembuhkan orang buta dan berpenyakit lepra serta dapat mengobati orang banyak dari segala macam penyakit. Hal itu didengar oleh kawan seduduk -yakni sahabat karib- raja yang telah menjadi buta. Ia datang pada anak itu dengan membawa beberapa hadiah yang banyak jumlahnya, kemudian berkata: “Apa saja yang ada di sisimu ini adalah menjadi milikmu, apabila engkau dapat menyembuhkan aku.” Anak itu berkata: “Sesungguhnya saya tidak dapat menyembuhkan siapapun, sesungguhnya Allah Ta’ala yang dapat menyembuhkannya. Maka jikalau Tuan suka beriman kepada Allah Ta’ala, saya akan berdoa kepada Allah, semoga Dia suka menyembuhkan Tuan. Kawan raja itu lalu beriman kepada Allah Ta’ala, kemudian Allah menyembuhkannya. Ia lalu mendatangi raja terus duduk di dekatnya sebagaimana duduknya yang sudah-sudah. Raja kemudian bertanya: “Siapakah yang mengembalikan penglihatanmu itu?” Maksudnya: Siapakah yang menyembuhkan butamu itu? Kawannya itu menjawab: “Tuhanku.” Raja bertanya: “Adakah engkau mempunyai Tuhan lain lagi selain dari diriku?” Ia menjawab: “Tuhanku dan Tuhanmu adalah Allah.” Kawannya itu lalu ditindak -dihukum- oleh raja tadi dan terus-menerus diberikan siksaan padanya, sehingga kawannya itu menunjuk kepada anak yang menyebabkan kesembuhannya. Anak itupun didatangkan. Raja berkata padanya: “Hai anakku, kiranya sihirmu sudah sampai ke tingkat dapat menyembuhkan orang buta dan yang berpenyakit lepra dan engkau dapat melakukan ini dan dapat pula melakukan itu.” Anak itu berkata: “Sesungguhnya saya tidak dapat menyembuhkan seorangpun, sesungguhnya Allah Ta’ala jualah yang menyembuhkannya.” Anak itupun ditindaknya, dan terus-menerus diberikan siksaan padanya, sehingga ia menunjuk kepada pendeta. Pendetapun didatangkan, kemudian kepadanya dikatakan: “Kembalilah dari agamamu!” Maksudnya supaya meninggalkan agama Nasrani dan beralih menyembah raja dan patung-patung. Pendeta itu enggan mengikuti perintahnya. Raja meminta supaya diberi gergaji, kemudian diletakkanlah gergaji itu di tengah kepalanya. Kepala itu dibelahnya sehingga jatuhlah kedua belahan kepala tersebut. Selanjutnya didatangkan pula kawan seduduk raja dahulu itu, lalu kepadanya dikatakan: “Kembalilah dari agamamu itu!” Iapun enggan menuruti perintahnya. Kemudian diletakkan pulalah gergaji itu di tengah kepalanya lalu dibelahnya, sehingga jatuhlah kedua belahannya itu. Seterusnya didatangkan pulalah anak itu. Kepadanya dikatakan: “Kembalilah dari agamamu.” Iapun menolak ajakannya. Kemudian anak itu diberikan kepada sekelompok sahabatnya lalu berkata: “Pergilah membawa anak ini ke gunung ini atau itu, naiklah dengannya ke gunung itu. Jikalau engkau semua telah sampai di puncaknya, maka apabila anak ini kembali dari agamanya, bolehlah engkau lepaskan, tetapi jika tidak, maka lemparkanlah ia dari atas gunung itu.” Sahabat-sahabatnya itu pergi membawanya, kemudian menaiki gunung, lalu anak itu berkata: “Ya Allah, lepaskanlah hamba dari orang-orang ini dengan kehendakMu.” Kemudian gunung itupun bergerak keras dan orang-orang itu jatuhlah semuanya. Anak itu lalu berjalan menuju ke tempat raja. Raja berkata: “Apa yang dilakukan oleh kawan-kawanmu?” Ia menjawab: “Allah Ta’ala telah melepaskan aku dari tindakan mereka. Anak tersebut terus diberikan kepada sekelompok sahabat-sahabatnya yang lain lagi dan berkata: “Pergilah dengan membawa anak ini dalam sebuah tongkang (kapal/perahu) dan berlayarlah sampai di tengah lautan. Jikalau ia kembali dari agamanya -maka lepaskanlah ia, tetapi jika tidak, maka lemparkanlah ke lautan itu.” Orang-orang bersama-sama pergi membawanya, lalu anak itu berkata: “Ya Allah, lepaskanlah hamba dari orang-orang ini dengan kehendakMu.” Tiba-tiba tongkang itu terbalik, maka tenggelamlah semuanya. Anak itu sekali lagi berjalan ke tempat raja. Rajapun berkatalah: “Apakah yang dikerjakan oleh kawan-kawanmu?” Ia menjawab: “Allah Ta’ala telah melepaskan aku dari tindakan mereka.” Selanjutnya ia berkata pula pada raja: “Tuan tidak dapat membunuh saya, sehingga Tuan suka melakukan apa yang kuperintahkan.” Raja bertanya: “Apakah itu?” Ia menjawab: “Tuan kumpulkan semua orang di lapangan menjadi satu dan Tuan salibkan saya di batang pohon, kemudian ambillah sebatang anak panah dari tempat panahku ini, lalu letakkanlah anak panah itu pada busurnya, lalu ucapkanlah: “Dengan nama Allah, Tuhan anak ini,” terus lemparkanlah anak panah itu. Sesungguhnya apabila Tuan mengerjakan semua itu, tentu Tuan dapat membunuhku.” Raja mengumpulkan semua orang di suatu padang luas. Anak itu disalibkan pada sebatang pohon, kemudian mengambil sebuah anak panah dari tempat panahnya, lalu meletakkan anak panah di busur, terus mengucapkan: “Dengan nama Allah, Tuhan anak ini.” Anak panah dilemparkan dan jatuhlah anak panah itu pada pelipis anak tersebut. Anak itu meletakkan tangannya di pelipisnya, kemudian meninggal dunia. Orang-orang yang berkumpul itu sama berkata: “Kita semua beriman kepada Tuhannya anak ini.” Raja didatangi dan kepadanya dikatakan: “Adakah Tuan mengetahui apa yang selama ini Tuan takutkan? Benar-benar, demi Allah, apa yang Tuan takutkan itu telah tiba -yakni tentang keimanan seluruh rakyatnya. Orang-orang semuanya telah beriman.” Raja memerintahkan supaya orang-orang itu digiring di celah-celah bumi -yang bertebing dua kanan-kiri- yaitu di pintu lorong jalan. Celah-celah itu dibelahkan dan dinyalakan api di situ, Ia berkata: “Barangsiapa yang tidak kembali dari agamanya, maka lemparkanlah ke dalam celah-celah itu,” atau dikatakan: “Supaya melemparkan dirinya sendiri ke dalamnya.” Orang banyak melakukan yang sedemikian itu -sebab tidak ingin kembali menjadi kafir dan musyrik lagi, sehingga ada seorang wanita yang datang dengan membawa bayinya. Wanita ini agaknya ketakutan hendak menceburkan diri ke dalamnya. Bayinya itu lalu berkata: “Hai ibunda, bersabarlah, karena sesungguhnya ibu adalah menetapi atas kebenaran.” (Riwayat Muslim 3005).
Keterangan:
Dzirwatul jabal artinya puncaknya gunung. Ini boleh dibaca dengan kasrahnya dzal mu’jamah atau dhammahnya. Alqurquur dengan didhammahkannya kedua qafnya, adalah suatu macam dari golongan perahu. Ashsha’id di sini artinya bumi yang menonjol (bukit). Alukhduud ialah beberapa belahan di bumi seperti sungai kecil. Adhrama artinya menyalakan. Inkafa-at artinya berubah. Taqaa-‘asat, artinya terhenti atau tidak berani maju dan pula merasa ketakutan.
KANDUNGAN HADITS
@ Para pelaku kerusakan berusaha mencari pengganti yang mewarisi kerusakan mereka dan bersusah payah dalam mewujudkannya dan mempertahankannya
@ Para raja dan penguasa yang tidak menjalankan syariat allah meminta bantuan kepada tukang sihir dan peramal
@ Disunnahkan untuk mengajari anak sejak kecil
@ Penghormatan terhadap para wali
@ Hati umat manusia ditangan Allah.Dia memberikan petunjuk kepada siapa yang Dia dikehendaki dan menyesatkan siapa yang dikehendakiNya pula
@ Tidak boleh terperdaya dengan karomah dan hendaklah menisbatkannya kepada Allah ditinjau dari asal muasalnya dan sebagai karunia-Nya semata
@ Diperbolehkan berbohong pada musuh, sebab hal itu merupakan salah satu strategi menghadapi musuh, sekaligus dapat menyelamatkan diri dari kebinasaan.
@ Seorang mukmin akan diuji kebenaran dan keteguhan imannya dalam mempertahankan ucapan yang benar, meskipun untuk itu dia harus mengorbankan diri atau nyawanya
@ Pengorbanan dalam berdakwah di jalan Allah dan memperlihatkan kebenaran merupakan suatu hal yang dibutuhkan.
@ Ahli Iman (orang-orang beriman) selalu diejek dan dicemoohkan setiap kali mereka dianugerahi oleh Allah nikmat dan karunia-Nya karena berkhidmah kepada agama-Nya dan berdakwah ke jalan-Nya
@ Sesungguhnya Allah Yang Mahatinggi selalu memperlihatkan kebenaran dan membela para pendukungnya serta akan menyingkirkan kebathilan dan
para penyerunya
@ Seorang muslim boleh mengorbankan dirinya, jika hal itu memberikan kemaslahatan bagi agamanya secara umum. Dan dia tidak boleh takut menghadapi kebathilan dan bala tentaranya.
@ Penjelasan mengenai hakikat pertikaian antara kaum thaghut dan para da'i di jalan Allah. Sebabnya, bahwa para da'i itu ingin mengajak umat manusia tunduk dan beribadah kepada Allah semata,sedangkan para thaghut ingin agar manusia menjadikan mereka sebagai sembahan selain Allah
@ Sebab-sebab kebinasaan itu hanya ada di tangan Allah. Jika menghendaki, Dia akan menyambungkan sebab-sebab tersebut dan jika tidak, Dia akan memutuskan sebab-sebab tersebut.
@ Usaha secara terus menerus untuk berdakwah mengajak umat manusia ke jalan Allah, meskipun hal itu dapat menyebabkan kematian di jalan Allah.
@ Bisa saja suatu karamah itu akan berulang-ulang muncul pada diri seorang mukmin, sebagai peneguhan kebenaran yang ada padanya sekaligus untuk menjatuhkan musuh-musuhnya.
@ Orang-orang kafir itu tidak sedikit memperoleh hujjah dan bukti serta dalil agar mereka beriman. Namun, yang menyebabkan kekufuran mereka itu adalah penentangan dan kesombongan.
@ Kaum thaghut dan orang-orang zhalim mempunyai persiapan untuk membunuh umat manusia secara keseluruhan agar kenikmatan dunia yang ada pada mereka tetap di tangan mereka.
@ Sesungguhnya Allah akan mendatangi orang-orang zhalim itu dari arah yang tidak mereka sangka-sangka. Dalam kisah hadits di atas, orang-orang telah beriman kepada Rabb pemuda itu ketika mereka menyaksikan keteguhan dan kebenaran dakwahnya serta tidak takut kepada celaan orang lain dalam memperjuangkan agama-Nya.
@ Ada beberapa orang yang bisa berbicara ketika masih dalam buaian selain nabi Isa
@ Penegasan tentang keajaiban al-Qur-an.Sebab, di dalamnya memberitahukan tentang berbagai hal ghaib yang banyak dilupakan oleh sejarah
@ Dianjurkan kepada para pendidik untuk menggunakan beberapa kisah untuk mengarahkan anak didik. Sebab, di dalam beberapa kisah itu terdapat pengaruh yang besar yang mungkin tidak bisa dihasilkan melalui pernberian nasihat secara langsung.
HADITS NO. 31
وَعَنْ أَنَسٍ رَضِي اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : مَرَّ النَّبِيُّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم بِامْرَأَةٍ تَبْكِي عِنْدَ قَبْرٍ فَقَال : «اتَّقِي الله وَاصْبِرِي » فَقَالَتْ : إِلَيْكَ عَنِّي ، فَإِنِّكَ لَمْ تُصَبْ بمُصِيبتى، وَلَمْ تعْرفْهُ ، فَقيلَ لَها : إِنَّه النَّبِيُّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم ، فَأَتتْ بَابَ النَّبِّي صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم ، فلَمْ تَجِد عِنْدَهُ بَوَّابينَ ، فَقالتْ : لَمْ أَعْرِفْكَ ، فقالَ : « إِنَّما الصَّبْرُ عِنْدَ الصَّدْمَةِ الأولَى » متفقٌ عليه.
وفي رواية لمُسْلمٍ : « تَبْكِي عَلَى صَبيٍّ لَهَا » .
31. Dari Anas radhiyallahu anhu, katanya: “Nabi shalallahu alaihi wasalam berjalan melalui seorang wanita yang sedang menangis di atas sebuah kubur. Beliau bersabda: “Bertaqwalah kepada Allah dan bersabarlah!” Wanita itu berkata: “Ah, menjauhlah daripadaku, karena Tuan tidak terkena musibah sebagaimana yang mengenai diriku dan Tuan tidak mengetahui musibah apa itu.” Wanita tersebut diberitahu -oleh sahabat beliau shalallahu alaihi wasalam- bahwa yang diajak bicara tadi adalah Nabi shalallahu alaihi wasalam Ia lalu mendatangi pintu rumah Nabi shalallahu alaihi wasalam tetapi di mukanya itu tidak didapatinya penjaga-penjaga pintu. Wanita itu lalu berkata: “Saya -tadi- memang tidak mengenal -bahwa yang berbicara adalah- Tuan -maka itu maafkan pembicaraanku tadi.-” Kemudian beliau shalallahu alaihi wasalam bersabda: “Sesungguhnya bersabar -yang sangat terpuji- itu ialah dikala mendadaknya kedatangan musibah yang pertama.” (Muttafaq ‘alaih) Dalam riwayat Muslim disebutkan: “Wanita itu menangisi anak kecilnya -yang mati.”
Keterangan:
Maksud “Mendadaknya kedatangan musibah yang pertama,” bukan berarti ketika mendapatkan musibah yang pertama kali dialami sejak hidupnya, tetapi di saat baru terkena musibah itu ia bersabar, baik musibah itu yang pertama kalinya atau keduanya, ketiganya dan selanjutnya. Jadi kalau sesudah sehari atau dua hari baru ia mengatakan: “Aku sekarang sudah berhati sabar tertimpa musibah yang kemarin itu,” maka ini bukannya sabar pada pertama kali, sebab sudah terlambat.
PENGESAHAN HADITS
Diriwayatkan oleh Bukhori [III/148 Fath] dan Muslim (926).
KANDUNGAN HADITS
1. Kesabaran itu bertolak belakang dengan takwa.
2. Sabar yang menjadikan pelakunya terpuji adalah pada awal musibah.
3. Sikap rendah hati dan kelembutan nabi kepada org yang tidak mengerti.
4. Keharusan untuk menegakkan amar ma’ruf nahi munkar.
5. Seseorang tidak diberikan pahala atas suatu musibah, tetapi diberikan pahala karena kebaikan niat, keteguhan, dan kesabaran dan keridhoannya terhadap ketetapan takdir Alloh.
6. Memberikan toleransi kepada orang yang sedang tertimpa musibah dan menerima halangannya.
7. Orang yang diperintahkan untuk berbuat baik, maka hendaklah menerima dan mengerjakannya dengan senang hati serta tunduk kepada kebenaran meskipun tidak mengenal siapa orang yang menyuruhnya.
8. Dianjurkan untuk bersabar dalam menerima hal-hal yang menyakitkan ketika memberi nasehat atau menyebarkan kebaikan.
9. Bagi penguasa dan hakim agar tidak menggunakan penjaga atau orang-orang yang menghalangi dirinya dari rakyat dan kebutuhan orang banyak.
10. Penguasa agar selalu mengawasi dan memeriksa apa yang dipercayakan kepadanya, lalu menyuruh berbuat kebaikan dan mencegah kemungkaran, memperkecil kesalahan, memenuhi segala kebutuhan, memperbaiki kerusakan yang ada, dan menerima udzur mereka.
11. Penguasa diharapkan agar tidak pilih kasih dalam memperlakukan orang-orang yang dipimpinnya dan tidak perlu memakai tanda agar dikenal orang banyak.
HADITS NO. 32
وَعَنْ أبي هَرَيرَةَ رَضي اللَّه عنه أَنَّ رَسُولَ اللَّه صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم قالَ : « يَقولُ اللَّهُ تَعَالَى: مَا لِعَبْدِي المُؤْمِنِ عِنْدِي جَزَاءٌ إِذَا قَبضْتُ صَفِيَّهُ مِنْ أَهْلِ الدُّنْيَا ثُمَّ احْتَسَبهُ إِلاَّ الجَنَّة » رواه البخاري
32. Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu bahwasanya Rasulullah shalallahu alaihi wasalam bersabda: “Allah Ta’ala berfirman: “Tidak ada balasan bagi seorang hambaKu yang mu’min di sisiKu, di waktu Aku mengambil -mematikan- kekasihnya dari ahli dunia, kemudian ia mengharapkan keridhaan Allah, melainkan orang itu akan mendapatkan syurga.” (Riwayat Bukhari)
PENGESAHAN HADITS
Diriwayatkan oleh Bukhori[XI/241-242 Fath].
KANDUNGAN HADITS
1. Diantara musibah besar yang menimpa umat manusia adalah kehilangan orang yang paling dicintai.
2. Orang kafir meskipun berbuat kebaikan, dia tidak mendapatkan apa pun di sisi alloh, karena tidak beriman.
3. Pahala orang-orang yang sabar akan diberikan kepada mereka tanpa hisab,dan akhir dari semuanya itu adalah masuk surga.
HADITS NO. 33
وعَنْ عائشَةَ رضي اللَّهُ عنها أنَهَا سَأَلَتْ رسولَ اللَّه صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم عَن الطَّاعونِ ، فَأَخبَرَهَا أَنَهُ كَانَ عَذَاباً يَبْعَثُهُ اللَّه تعالى عَلَى منْ يَشَاءُ ، فَجَعَلَهُ اللَّهُ تعالَى رحْمةً للْمُؤْمنِينَ ، فَلَيْسَ مِنْ عَبْدٍ يَقَعُ في الطَّاعُون فَيَمْكُثُ في بلَدِهِ صَابِراً مُحْتَسِباً يَعْلَمُ أَنَّهُ لاَ يُصِيبُهُ إِلاَّ مَا كَتَبَ اللَّهُ لَهُ إِلاَّ كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِ الشَّهِيدِ » رواه البخاري
33. Dari Aisyah radhiallahu ‘anha, bahwasanya ia bertanya kepada Rasulullah shalallahu alaihi wasalam perihal penyakit taun, lalu beliau memberitahukannya bahwa sesungguhnya taun itu adalah sebagai siksaan yang dikirimkan oleh Allah Ta’ala kepada siapa saja yang dikehendaki olehNya, tetapi juga sebagai kerahmatan yang dijadikan oleh Allah Ta’ala kepada kaum mu’minin. Maka tidak seorang hambapun yang tertimpa oleh taun, kemudian menetap di negerinya sambil bersabar dan mengharapkan keridhaan Allah serta mengetahui pula bahwa taun itu tidak akan mengenainya kecuali karena telah ditetapkan oleh Allah untuknya, kecuali ia akan memperoleh seperti pahala orang yang mati syahid.” (Riwayat Bukhari)
PENGESAHAN HADITS
Diriwayatkan oleh Bukhori[VI/513 Fath].
KANDUNGAN HADITS
1. Tha’un itu pada dasarnya adalah adzab sekaligus dosa bagi umat-umat terdahulu.
2. Rahmat alloh kepada umat islam dan kebaikan yang telah dikhususkan untuk mereka dimana alloh telah menjadikan penyakit thaun sebagai adzab bagi kaum yang lain tetapi menjadi rahmat bagi umat islam.
3. Pahala yang berasal dari kesedihan, kedukaan dan rasa sakit yang menimpa seorang hamba hanya dikhususkan bagi orang yang beriman saja, bukan kaum lain.
3. Pahala syahid itu tidak hanya dikhususkan bagi orang yang mati dalam peperangan saja, tetapi juga berlaku bagi banyak orang.
4. Orang yang meninggal dunia karena penyakit tha’un dengan penuh sabar lagi mengharap pahala kepada alloh maka baginya pahala orang yang mati syahid.
5. Jika berjangkit penyakit Tha’un di suatu daerah, maka orang yang berada di daerah itu tidak boleh pergi dan harus tetap tinggal di sana dengan mengharapkan pahala dari alloh seraya ridho terhadap keputusan dan takdirNya.
6. Islam memerintahkan agar umatnya melokalisir berbagai penyakit keras dan menular serta tidak menyebarluaskannya.
HADITS NO. 34
وعَنْ أَنسٍ رضي اللَّه عنه قال : سَمِعْتُ رسول اللَّه صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم يقولُ : « إنَّ اللَّه عَزَّ وجَلَّ قَالَ : إِذَا ابْتَلَيْتُ عَبدِي بحبيبتَيْهِ فَصبَرَ عَوَّضْتُهُ مِنْهُمَا الْجنَّةَ » يُريدُ عينيْه ، رواه البخاريُّ
34. Dari Anas radhiyallahu anhu, katanya: “Saya mendengar Rasulullah shalallahu alaihi wasalam bersabda: “Sesungguhnya Allah ‘Azzawajalla berfirman: “Jikalau Aku memberi cobaan kepada hambaKu dengan melenyapkan kedua matanya -yakni menjadi buta, kemudian ia bersabar, maka untuknya akan Kuberi ganti syurga karena kehilangan keduanya yakni kedua matanya itu.” (Riwayat Bukhari)
PENGESAHAN HADITS
Diriwayatkan oleh Bukhori[X/116 Fath].
KANDUNGAN HADITS
1. Kedua mata merupakan anggota tubuh yang paling dicintai manusia karena ia tidak dapat melihat kebaikan yang dengannya ia bergembira atau melihat keburukan yang dapat dijauhinya.
2. Orang yang dicintai Alloh akan diuji untuk menghindarkannya dari hal-hal yang tidak disukai atau menghapus dosa-dosa nya atau meninggikan derajatnya.
3. Surga merupakan pengganti paling agung.
HADITS NO. 35
وعنْ عطاءِ بْن أَبي رَباحٍ قالَ : قالَ لِي ابْنُ عبَّاسٍ رضي اللَّهُ عنهُمَا ألا أريكَ امْرَأَةً مِن أَهْلِ الجَنَّة ؟ فَقُلت : بلَى ، قَالَ : هذِهِ المْرأَةُ السوْداءُ أَتَتِ النبيَّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم فقالَتْ : إِنِّي أُصْرَعُ ، وإِنِّي أَتكَشَّفُ ، فَادْعُ اللَّه تعالى لِي قَالَ : « إِن شئْتِ صَبَرْتِ ولكِ الْجنَّةُ، وإِنْ شِئْتِ دعَوْتُ اللَّه تَعالَى أَنْ يُعافِيَكِ » فقَالتْ : أَصْبرُ ، فَقالت : إِنِّي أَتَكشَّفُ ، فَادْعُ اللَّه أَنْ لا أَتكشَّفَ ، فَدَعَا لَهَا . متَّفقٌ عليْهِ
35. Dari ‘Atha’ bin Abu Rabah, katanya: “Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma mengatakan padaku: “Apakah engkau suka saya tunjukkan seorang wanita yang tergolong ahli syurga?” Saya berkata: “Baiklah.” Ia berkata lagi: “Wanita hitam itu pernah datang kepada Nabi shalallahu alaihi wasalam lalu berkata: “Sesungguhnya saya ini terserang oleh penyakit ayan dan oleh sebab itu lalu saya membuka aurat tubuhku. Oleh karenanya haraplah Tuan mendoakan untuk saya kepada Allah -agar saya sembuh.” Beliau shalallahu alaihi wasalam bersabda: “Jikalau engkau suka hendaklah bersabar saja dan untukmu adalah syurga, tetapi jikalau engkau suka maka saya akan mendoakan untukmu kepada Allah Ta’ala agar penyakitmu itu disembuhkan olehNya.” Wanita itu lalu berkata: “Saya bersabar,” lalu katanya pula: “Sesungguhnya karena penyakit itu, saya membuka aurat tubuh saya. Kalau begitu sudilah Tuan mendoakan saja untuk saya kepada Allah agar saya tidak sampai membuka aurat tubuh itu.” Nabi shalallahu alaihi wasalam lalu mendoakan untuknya -sebagaimana yang dikehendakinya itu.” (Muttafaq ‘alaih)
PENGESAHAN HADITS
Diriwayatkan oleh Bukhori [X/14 Fath], Muslim [2576].
KANDUNGAN HADITS
1. Kesabaran atas musibah yang menimpa didunia akan mewariskan surga.
2. Pengobatan berbagai macam penyakit dengan doa dan berlindung kepada Alloh.
3. Dibolehkan untuk tidak berobat.
4. Tingginya rasa malu para sahabat wanita.
HADITS NO. 36
وعنْ أَبي عبْدِ الرَّحْمنِ عبْدِ اللَّه بنِ مسْعُودٍ رضيَ اللَّه عنه قَال : كَأَنِّي أَنْظُرُ إِلى رسولِ اللَّه صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم يحْكيِ نَبيّاً من الأَنْبِياءِ ، صلواتُ اللَّهِ وسَلاَمُهُ عَليْهم ، ضَرَبُهُ قَوْمُهُ فَأَدْمـوْهُ وهُو يمْسحُ الدَّم عنْ وجْهِهِ ، يقُولُ : « اللَّهمَّ اغْفِرْ لِقَوْمي فإِنَّهُمْ لا يعْلمُونَ » متفقٌ عَلَيْه
36. Dari Abu Abdur Rahman, yaitu Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu anhu katanya: “Seakan-akan saya melihat kepada Rasulullah shalallahu alaihi wasalam sedang menceritakan tentang seorang Nabi dari sekian banyak Nabi-nabi shalawatullah wa salamuhu ‘alaihim. Beliau dipukuli oleh kaumnya, sehingga menyebabkan keluar darahnya dan Nabi tersebut mengusap darah dari wajahnya sambil mengucapkan: “Ya Allah ampunilah kaumku itu, sebab mereka itu memang tidak mengerti.” (Muttafaq ‘alaih)
PENGESAHAN HADITS
Diriwayatkan oleh Bukhori [VI/514 Fath], Muslim [1792].
KANDUNGAN HADITS
1. Kesabaran para nabi dan kemampuan mereka menahan rasa sakit yang menimpa dalam menyampaikan risalah kepada umat manusia dalam rangka mencari keridhoan dan rahmat Alloh.
2. Menghadapi kebodohan dengan maaf dan toleransi.
3. Tidak memperlakukan orang-orang bodoh seperti apa yang mereka lakukan serta tidak mendoakan mereka dengan keburukan, tetapi memohonkan petunjuk bagi mereka dan bersungguh-sungguh di dalamnya.
4. Para pelaku pengerusakan dan orang-orang kafir tidak mau menghadapi hujjah dengan hujjah yang sama, tetapi lebih cenderung kepada pembunuhan, penyiksaan, dan pendustaan.
5. Tidak memohonkan disegerakan siksaan bagi pelaku pelanggaran dan para musuh dalam dakwah.
HADITS NO. 37
وَعنْ أَبي سَعيدٍ وأَبي هُرَيْرة رضي اللَّه عَنْهُمَا عن النَّبيِّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم قَالَ : «مَا يُصِيبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلاَ وَصَبٍ وَلاَ هَمٍّ وَلاَ حَزَن وَلاَ أَذًى وَلاَ غمٍّ ، حتَّى الشَّوْكَةُ يُشَاكُها إِلاَّ كفَّر اللَّه بهَا مِنْ خطَايَاه » متفقٌ عليه .
و « الْوَصَب » : الْمرضُ
37. Dari Abu Said dan Abu Hurairah radhiallahu ‘anhuma dari Nabi shalallahu alaihi wasalam, sabdanya: “Tidak suatupun yang mengenai seorang muslim -sebagai musibah- baik dari kelelahan, tidak pula sesuatu yang mengenainya yang berupa kesakitan, juga kesedihan yang akan datang ataupun yang lampau, tidak pula yang berupa hal yang menyakiti -yakni sesuatu yang tidak mencocoki kehendak hatinya, ataupun kesedihan -segala macam dan segala waktunya, sampai pun sebuah duri yang masuk dalam anggota tubuhnya, melainkan Allah menutupi kesalahan-kesalahannya dengan sebab apa-apa yang mengenainya -yakni sesuai dengan musibah yang diperolehnya- itu.” (Muttafaq ‘alaih)
Keterangan:
Kesakitan apapun yang diderita oleh seorang mu’min, ataupun bencana dalam bentuk bagaimana yang ditemui olehnya itu dapat membersihkan dosa-dosanya dan berpahalalah ia dalam keadaan seperti itu, tetap bersabar dan tabah. Sebaliknya jikalau tidak sabar dan uring-uringan (berkeluh kesah) serta mengeluarkan kata-kata yang tidak sopan, maka bukan pahala yang didapatkan, tetapi makin menambah besarnya dosa. Oleh sebab itu jikalau kita tertimpa oleh kesakitan atau malapetaka, jangan sampai malahan melenyapkan pahala yang semestinya kita peroleh.
PENGESAHAN HADITS
Diriwayatkan oleh Bukhori [X/103 Fath], Muslim [2573].
KANDUNGAN HADITS
1. Segala sesuatu yang menyakitkan dari apa yang menimpa orang mukmin akan menyucikan dari dosa.
2. Sekecil apapun musibah yang menimpa orang mukmin akan menjadi kaffarah baginya.
3. Seorang hamba tidaklah patut menyatukan dalam dirinya antara hal-hal yang tidak menyenangkan dan hal-hal yang menyebabkan hilangnya pahala.
HADITS NO. 38
وعن ابْن مسْعُود رضي اللَّه عنه قَالَ : دَخلْتُ عَلى النَبيِّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم وَهُو يُوعَكُ فَقُلْتُ يا رسُولَ اللَّه إِنَّكَ تُوعكُ وَعْكاً شَدِيداً قال : « أَجَلْ إِنِّي أُوعَكُ كَمَا يُوعَكُ رَجُلانِ مِنْكُم» قُلْتُ : ذلك أَنَّ لَكَ أَجْريْن ؟ قال : « أَجَلْ ذَلك كَذَلك مَا مِنْ مُسْلِمٍ يُصِيبُهُ أَذًى ، شوْكَةٌ فَمَا فوْقَهَا إلاَّ كَفَّر اللَّه بهَا سيئاته ، وَحطَّتْ عنْهُ ذُنُوبُهُ كَمَا تَحُطُّ الشَّجرةُ وَرقَهَا » متفقٌ عليه.
وَ « الْوَعْكُ » : مَغْثُ الحمَّى ، وقيل : الْحُمى
38. Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu anhu, katanya: Saya memasuki tempat Nabi shalallahu alaihi wasalam dan beliau sedang dihinggapi penyakit panas. Saya lalu berkata: “Ya Rasulullah, sesungguhnya Tuan dihinggapi penyakit panas yang amat sangat.” Beliau kemudian bersabda: “Benar, sesungguhnya saya terkena panas sebagaimana panas dua orang dari engkau semua yang menjadi satu.” Saya berkata lagi: “Kalau demikian Tuan tentulah mendapatkan dua kali pahala.” Beliau bersabda: “Benar, demikianlah memang keadaannya, tiada seorang Muslimpun yang terkena oleh sesuatu kesakitan, baik itu berupa duri ataupun sesuatu yang lebih dari itu, melainkan Allah pasti menutupi kesalahan-kesalahannya dengan sebab musibah yang mengenainya tadi dan diturunkanlah dosa-dosanya sebagaimana sebuah pohon menurunkan -menggugurkan- daunnya -dan ini jikalau disertai kesabaran.”
Keterangan:
Alwa’ku yaitu sangatnya panas (dalam tubuh sebab sakit), tetapi ada yang mengatakan panas (biasa).
PENGESAHAN HADITS
Diriwayatkan oleh Bukhori [X/110 Fath], Muslim [2571].
KANDUNGAN HADITS
1. Tercapainya pahala dalam berbagai cobaan melalui kesabaran.
2. Setip kali penyakit seorang mukmin semakin parah maka Alloh melipatkangandakan pahalanya dan menghapuskan berbagai kesalahannya.
HADITS NO. 39
وعنْ أَبي هُرَيرة رضيَ اللَّهُ عنه قال : قال رسولُ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم : « مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْراً يُصِبْ مِنْهُ » : رواه البخاري .
وضَبطُوا « يُصِب » : بفَتْحِ الصَّادِ وكَسْرِهَا
39. Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, katanya: “Rasulullah shalallahu alaihi wasalam bersabda: “Barangsiapa oleh Allah dikehendaki akan memperoleh kebaikan, maka Allah akan memberikan musibah padanya, baik yang mengenai tubuhnya, hartanya ataupun apa-apa yang menjadi kekasihnya.” (Riwayat Bukhari)
Keterangan:
Para ulama mencatat: Yushab, boleh dibaca fathah shadnya dan boleh pula dikasrahkan, (lalu dibaca yushib).
PENGESAHAN HADITS
Diriwayatkan oleh Bukhori [X/103 Fath].
KANDUNGAN HADITS
1. Seorang mukmin tidak lepas dari penyakit, kekurangan, dan kehinaan.
2. Cobaan merupakan salah satu tanda kecintaan Alloh kepada hamba-Nya.
HADITS NO. 40
وعَنْ أَنَسٍ رضي اللَّهُ عنه قال : قال رسولُ اللَّه صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم : « لا يتَمنينَّ أَحدُكُمُ الْمَوْتَ لِضُرٍّ أَصَابَهُ ، فَإِنْ كَانَ لا بُدَّ فاعلاً فليقُل : اللَّهُمَّ أَحْيني ما كَانَت الْحياةُ خَيراً لِي وتوفَّني إِذَا كَانَتِ الْوفاَةُ خَيْراً لِي » متفق عليه
40. Dari Anas radhiyallahu anhu, katanya: “Rasulullah shalallahu alaihi wasalam bersabda: “Janganlah seorang dari engkau semua itu mengharap-harapkan tibanya kematian dengan sebab adanya sesuatu bahaya yang mengenainya. Tetapi jikalau ia terpaksa harus berbuat demikian maka hendaklah mengatakan: “Ya Allah, tetapkanlah aku hidup selama kehidupanku itu masih merupakan kebaikan untukku dan matikanlah aku apabila kematian itu merupakan kebaikan untukku.” (Muttafaq ‘alaih)
PENGESAHAN HADITS
Diriwayatkan oleh Bukhori [X/127 Fath], Muslim [2680].
KANDUNGAN HADITS
1. Diharamkan mengharap kematian.
2. Kehidupan seorang mukmin adalah lebih baik baginya sebab jika dia mati maka akan terputus semua amalnya.
3. Bersabar dalam mengalami cobaan dan tidak gelisah.
4. Seorang hamba yang mukmin akan menyerahkan semua urusannya kepada Alloh.
HADITS NO. 41
وعنْ أبي عبدِ اللَّهِ خَبَّابِ بْن الأَرتِّ رضيَ اللَّهُ عنه قال : شَكَوْنَا إِلَى رسولِ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم وَهُو مُتَوسِّدٌ بُردةً لَهُ في ظلِّ الْكَعْبةِ ، فَقُلْنَا : أَلا تَسْتَنْصرُ لَنَا أَلا تَدْعُو لَنَا ؟ فَقَالَ : قَد كَانَ مَنْ قَبْلكُمْ يؤْخَذُ الرَّجُلُ فيُحْفَرُ لَهُ في الأَرْضِ في جْعلُ فِيهَا ، ثمَّ يُؤْتِى بالْمِنْشارِ فَيُوضَعُ علَى رَأْسِهِ فيُجعلُ نصْفَيْن ، ويُمْشطُ بِأَمْشاطِ الْحديدِ مَا دُونَ لَحْمِهِ وَعظْمِهِ ، ما يَصُدُّهُ ذلكَ عَنْ دِينِهِ ، واللَّه ليتِمنَّ اللَّهُ هَذا الأَمْر حتَّى يسِير الرَّاكِبُ مِنْ صنْعاءَ إِلَى حَضْرمْوتَ لا يخافُ إِلاَّ الله والذِّئْبَ عَلَى غنَمِهِ ، ولكِنَّكُمْ تَسْتَعْجِلُونَ » رواه البخاري .
وفي رواية : « وهُوَ مُتَوسِّدٌ بُرْدةً وقَدْ لقِينَا مِنَ الْمُشْركِين شِدَّةً »
41. Dari Abu Abdullah, yaitu Khabbab bin Aratti radhiyallahu anhu, katanya: “Kita mengadu kepada Rasulullah shalallahu alaihi wasalam dan beliau ketika itu meletakkan pakaian burdahnya di bawah kepalanya sebagai bantal dan berada di naungan Ka’bah, kita berkata: Mengapa Tuan tidak memohonkan pertolongan -kepada Allah- untuk kita, sehingga kita menang? Mengapa Tuan tidak berdoa sedemikian itu untuk kita?” Beliau lalu bersabda: “Pernah terjadi terhadap orang-orang sebelummu -yakni zaman Nabi-nabi yang lalu, yaitu ada seorang yang diambil- oleh musuhnya, karena ia beriman, kemudian digalikanlah tanah untuknya dan ia diletakkan di dalam tanah tadi, selanjutnya didatangkanlah sebuah gergaji dan ini diletakkan di atas kepalanya, seterusnya kepalanya itu dibelah menjadi dua. Selain itu iapun disisir dengan sisir yang terbuat dari besi yang dikenakan di bawah daging dan tulangnya, semua siksaan itu tidak memalingkan ia dari agamanya -yakni ia tetap beriman kepada Allah. Demi Allah sesungguhnya Allah sungguh akan menyempurnakan perkara ini -yakni Agama Islam, sehingga seorang yang berkendaraan yang berjalan dari Shan’a ke Hadhramaut tidak ada yang ditakuti melainkan Allah atau karena takut pada serigala atas kambingnya -sebab takut sedemikian ini lumrah saja. Tetapi engkau semua itu hendak bercepat-cepat -ingin kemenangan- saja.” (Riwayat Bukhari)
Dalam riwayat lain diterangkan: “Beliau saat itu sedang berbantal burdahnya, padahal kita telah memperoleh kesukaran yang amat sangat dari kaum musyrikin.”
PENGESAHAN HADITS
Diriwayatkan oleh Bukhori [VI/18 Fath].
KANDUNGAN HADITS
1. Pujian atas kesabaran ketika menerima cobaan dalam menjalankan agama.
2. Orang-orang lemah diperkuat dengan doa dan nasehat dari orang-orang yang kuat.
3. Diperbolehkan mendoakan keburukan bagi orang-orang kafbahkan hal itu memang dituntut.
4. diperbolehkan menyebut siksaan dari orang-orang kafir yang menimpa orang mukmin dan hal itu bukan termasuk pengaduan.
5. Seorang mukmin aqidahnya akan tetap kokoh, meskipun di siksa dengan gergaji.
6. Cobaan merupakan suatu keharusan atas iman pada setiap saat.
7. Beratnya cobaan yang dialami para sahabat Nabi, dan kesanggupan atau tabah menerima perlakuan tak menyenangkan.
8. Perlawanan terhadap keimanan itu sudah ada sejak dahulu
9. Masa depan hanya milik Islam.
10. Pemberitahuan Nabi mengenai berbagai hal yang akan terjadi di kemudian hari sudah ada yang terwujud.
11. Islam merupakan agama keimanan dan kedamaian.
12. Manusia senang sekali dengan segala sesuatu yang cepat dan segera. Jika kebaikan terlambat maka akan hilang kesabaran.
13. Diantara hukum Siyasah Syar’iyah adalah menyandingkan antara cobaan, kesabaran dan perjuangan dengan harapan luas.
HADITS NO. 42
وعن ابن مَسعُودٍ رضي اللَّه عنه قال : لمَّا كَانَ يَوْمُ حُنَيْنٍ آثر رسولَ اللَّه صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم نَاساً في الْقِسْمَةِ : فأَعْطَى الأَقْرعَ بْنَ حابِسٍ مائةً مِنَ الإِبِلِ وأَعْطَى عُييْنَةَ بْنَ حِصْنٍ مِثْلَ ذلِكَ ، وأَعطى نَاساً منْ أشرافِ الْعربِ وآثَرهُمْ يوْمئِذٍ في الْقِسْمَةِ . فَقَالَ رجُلٌ : واللَّهِ إنَّ هَذِهِ قِسْمةٌ ما عُدِلَ فِيها ، وما أُريد فِيهَا وَجهُ اللَّه ، فَقُلْتُ: واللَّه لأُخْبِرَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم ، فأتيتُهُ فَأخبرته بِما قال ، فتغَيَّر وَجْهُهُ حتَّى كَانَ كَالصِّرْفِ . ثُمَّ قال : « فَمنْ يَعْدِلُ إِذَا لَمْ يعدِلِ اللَّهُ ورسُولُهُ ؟ ثم قال : يرحَمُ اللَّهُ موسى قَدْ أُوْذِيَ بِأَكْثَرَ مِنْ هَذَا فَصبرَ » فَقُلْتُ: لا جرمَ لا أَرْفعُ إلَيه بعْدها حدِيثاً. متفقٌ عليه .
وقَوْلُهُ « كَالصِرْفَ » هُو بِكسْرِ الصادِ الْمُهْملةِ : وَهُوَ صِبْغٌ أَحْمَرُ
42. Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu anhu, katanya: “Ketika hari peperangan Hunain, Rasulullah shalallahu alaihi wasalam melebihkan -mengutamakan- beberapa orang dalam pemberian pembagian -ghanimah/harta rampasan-, lalu memberikan kepada al-Aqra’ bin Habis seratus ekor unta dan memberikan kepada ‘Uyainah bin Hishn seperti itu pula -seratus ekor unta-, juga memberikan kepada orang-orang yang termasuk bangsawan Arab dan mengutamakan dalam cara pembagian kepada mereka tadi. Kemudian ada seorang lelaki berkata: “Demi Allah, pembagian secara ini, sama sekali tidak ada keadilannya dan agaknya tidak dikehendaki untuk mencari keridhaan Allah.” Saya lalu berkata: “Demi Allah, hal ini akan saya beritahukan kepada Rasulullah shalallahu alaihi wasalam” Saya pun mendatanginya terus memberitahukan kepadanya tentang apa-apa yang dikatakan oleh orang itu. Maka berubahlah warna wajah beliau sehingga menjadi semacam sumba merah -merah padam karena marah- lalu bersabda: “Siapakah yang dapat dinamakan adil, jikalau Allah dan RasulNya dianggap tidak adil juga.” Selanjutnya beliau bersabda: “Allah merahmati Nabi Musa. Ia telah disakiti dengan cara yang lebih sangat dari ini, tetapi ia tetap sabar.” Saya sendiri berkata: “Ah, semestinya saya tidak memberitahukan dan saya tidak akan mengadukan lagi sesuatu pembicaraanpun setelah peristiwa itu kepada beliau lagi.” (Muttafaq ‘alaih). Sabda Nabi shalallahu alaihi wasalam Kashshirfi dengan kasrahnya shad muhmalah, artinya sumba merah.
PENGESAHAN HADITS
Diriwayatkan oleh Bukhori [VI/251-252], Muslim [1062][141].
KANDUNGAN HADITS
1. Dibolehkan mengkhususkan suatu kaum tertentu untuk diberi suatu pemberian jika sang pemimpin mengetahui kemaslahatan yang tepat.
2. Diantara siyasah dalam dakwah ke jalan Alloh adalah menyatukan hati para pembesar dan orang-orang terhormat dengan sesuatu yang mereka senangi berupa harta benda.
3. Setiap masa selalu saja ada musuh-musuh para Nabi dan para pengikutnya.
4. Kewajiban memberi nasehat.
5. Memaklumi tindakan para pencaci merupakan sunnah yang sudah ada sejak para Nabi.
6. Orang yang paling adil dan paling takut kepada Alloh serta yang paling mengetahui Alloh adalah Para Rosul dan Nabi.
HADITS NO. 43
وعن أنس رضي اللَّه عنه قال : قال رسولُ اللَّه صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم : « إِذَا أَرَادَ اللَّهُ بعبْدِهِ خَيْراً عجَّلَ لَهُ الْعُقُوبةَ في الدُّنْيَا ، وإِذَا أَرَادَ اللَّه بِعبدِهِ الشَّرَّ أمسَكَ عنْهُ بذَنْبِهِ حتَّى يُوافِيَ بهِ يَومَ الْقِيامةِ » .
وقَالَ النبِيُّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم : « إِنَّ عِظَمَ الْجزاءِ مَعَ عِظَمِ الْبلاءِ ، وإِنَّ اللَّه تعالى إِذَا أَحَبَّ قَوماً ابتلاهُمْ ، فَمنْ رضِيَ فلَهُ الرضَا ، ومَنْ سَخِطَ فَلَهُ السُّخْطُ » رواه الترمذي وقَالَ: حديثٌ حسنٌ
43. Dari Anas radhiyallahu anhu, berkata: “Rasulullah shalallahu alaihi wasalam bersabda: “Jikalau Allah menghendaki kebaikan pada seorang hambaNya, maka ia mempercepatkan suatu siksaan -penderitaan- sewaktu dunia, tetapi jikalau Allah menghendaki keburukan pada seorang hambaNya, maka orang itu dibiarkan sajalah dengan dosanya, sehingga nanti akan dipenuhkan balasan -siksaannya pada- hari kiamat.” Dan Nabi shalallahu alaihi wasalam bersabda -juga riwayat Anas radhiyallahu anhu-: “Sesungguhnya besarnya balasan -pahala- itu menilik -tergantung pada- besarnya bala’ yang menimpa dan sesungguhnya Allah itu apabila mencintai sesuatu kaum, maka mereka itu diberi cobaan. Oleh sebab itu barangsiapa yang rela -menerima bala’ tadi-, ia akan memperoleh keridhaan dari Allah dan barangsiapa yang uring-uringan maka ia memperoleh kemurkaan Allah pula.” Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini hadits hasan.
Pengesahan Hadits :
Bagian Pertama Derajatnya hasan lighairihi
Bagian Pertama Derajatnya hasan lighairihi
[Shahih: At-Tirmidzi (2398); Al-Albani menshahihkannya dalam Kitab Ash-Shahih)]
Bagian Kedua Derajatnya Dha'if At Tirmidzi 2396 dan Ibnu Majah 4031
Kandungan Hadits :
@ Disegerakannya adzab di dunia merupakan tanda baik yang memang dikehendaki allah bagi hamba-Nya. Sebab ia menjadi penghapus dan penyebab dihilangkannya dosa.
@ Siksa akherat lebih parah dan lebih menyakitkan.
@ Manusia itu diuji sesuai dengan pemahaman agama mereka.
@ Bersabar atas berbagai musibah dan penyakit dapat menyucikan dosa.
@ Orang mukmin berkewajiban untuk ridha atas cobaan yang menimpanya dan tidak berputus asa atau marah karenanya.
@ Diantara tanda-tanda penghapusan dosa adalah kesabaran atas cobaan yg menimpa.
HADITS NO. 44
وعنْ أَنَسٍ رضي اللَّه عنه قال : كَانَ ابْنٌ لأبي طلْحةَ رضي اللَّه عنه يَشْتَكي ، فخرج أبُو طَلْحة ، فَقُبِضَ الصَّبِيُّ ، فَلَمَّا رَجَعَ أَبُو طَلْحةَ قال : ما فَعَلَ ابنِي ؟ قَالَت أُمُّ سُلَيْم وَهِيَ أُمُّ الصَّبيِّ : هو أَسْكَنُ مَا كَانَ ، فَقَرَّبَتْ إِلَيْهِ الْعَشَاءَ فَتَعَشَّى ، ثُمَّ أَصَابَ مِنْهَا، فَلَمَّا فرغَ قَالَتْ : وارُوا الصَّبيَّ ، فَلَمَّا أَصْبحَ أَبُو طَلْحَة أَتَى رسولَ اللَّه صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم فَأَخْبرهُ، فَقَالَ: « أَعرَّسْتُمُ اللَّيْلَةَ ؟ قَالَ : نَعَمْ ، قال : « اللَّهمَّ باركْ لَهُما » فَولَدتْ غُلاماً فقَالَ لِي أَبُو طَلْحَةَ : احْمِلْهُ حتَّى تَأَتِيَ بِهِ النبيَّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم ، وبَعثَ مَعهُ بِتمْرَات ، فقال : «أَمعهُ شْيءٌ ؟ » قال : نعمْ ، تَمراتٌ فَأَخَذَهَا النَّبِيُّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم فَمضَغَهَا ، ثُمَّ أَخذَهَا مِنْ فِيهِ فَجَعَلَهَا في في الصَّبيِّ ثُمَّ حَنَّكَه وسمَّاهُ عبدَ اللَّهِ متفقٌ عليه .
وفي روايةٍ للْبُخَاريِّ : قال ابْنُ عُيَيْنَة : فَقَالَ رجُلٌ منَ الأَنْصارِ : فَرَأَيْتُ تَسعة أَوْلادٍ كلُّهُمْ قدْ قَرؤُوا الْقُرْآنَ ، يعْنِي مِنْ أَوْلادِ عَبْدِ اللَّه الْموْلُود .
وفي روايةٍ لمسلِم : ماتَ ابْنٌ لأبِي طَلْحَةَ مِنْ أُمِّ سُلَيْمٍ ، فَقَالَتْ لأهْلِهَا : لا تُحَدِّثُوا أَبَا طَلْحَةَ بابنِهِ حتَّى أَكُونَ أَنَا أُحَدِّثُهُ ، فَجَاءَ فَقَرَّبَتْ إِلَيْهِ عَشَاءً فَأَكَلَ وشَرِبَ ، ثُمَّ تَصنَّعتْ لهُ أَحْسنَ ما كانتْ تَصَنَّعُ قَبْلَ ذلكَ ، فَوقَعَ بِهَا ، فَلَمَّا أَنْ رأَتْ أَنَّهُ قَدْ شَبِعِ وأَصَابَ مِنْها قَالتْ: يا أَبَا طلْحةَ ، أَرَايْتَ لَوْ أَنَّ قَوْماً أَعارُوا عارِيتهُمْ أَهْل بيْتٍ فَطَلبوا عاريَتَهُم ، ألَهُمْ أَنْ يمْنَعُوهَا؟ قَالَ : لا ، فَقَالَتْ : فاحتسِبْ ابْنَكَ . قَالَ : فغَضِبَ ، ثُمَّ قَالَ : تركتنِي حتَّى إِذَا تَلطَّخْتُ ثُمَّ أَخْبرتِني بِابْني ، فَانْطَلَقَ حتَّى أَتَى رسولَ اللَّه صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم فأخْبَرهُ بما كَانَ ، فَقَالَ رسولُ اللَّه صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم : « بَاركَ اللَّه لكُما في ليْلتِكُما » .
قال : فحملَتْ ، قال : وكَانَ رسول اللَّه صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم في سفَرٍ وهِي مَعَهُ وكَانَ رسولُ اللَّه صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم إِذَا أَتَى الْمَدِينَةِ مِنْ سَفَرٍ لاَ يَطْرُقُها طُرُوقاً فَدنَوْا مِنَ الْمَدِينَةِ ، فَضَرَبَهَا الْمَخاضُ ، فَاحْتَبَس عَلَيْهَا أَبُو طلْحَةَ ، وانْطلَقَ رسولُ اللَّه صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم . قَالَ : يقُولُ أَبُو طَلْحةَ إِنَّكَ لتعلمُ يَا ربِّ أَنَّهُ يعْجبُنِي أَنْ أَخْرُجَ معَ رسولِ اللَّه صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم إِذَا خَرَجَ ، وأَدْخُلَ مَعهُ إِذَا دَخَلَ ، وقَدِ احْتَبَسْتُ بِما تَرى . تقولُ أُمُّ سُلَيْمٍ : يا أَبَا طلْحةَ مَا أَجِد الَّذي كنْتُ أَجِدُ ، انْطَلِقْ ، فانْطَلقْنَا ، وضَربهَا المَخاضُ حينَ قَدِمَا فَولَدتْ غُلاماً . فقالَتْ لِي أُمِّي : يا أَنَسُ لا يُرْضِعُهُ أَحدٌ تَغْدُوَ بِهِ عَلَى رسُول اللَّه صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم ، فلمَّا أَصْبحَ احتملْتُهُ فانطَلقْتُ بِهِ إِلَى رسولِ اللَّه صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم . وذَكَرَ تمامَ الْحَدِيثِ
44. Dari Anas radhiyallahu anhu, katanya: “Abu Thalhah itu mempunyai seorang putera yang sedang menderita sakit. Abu Thalhah keluar pergi -menghadap Nabi shalallahu alaihi wasalam, kemudian anaknya itu dicabutlah ruhnya -yakni meninggal dunia-. Ketika Abu Thalhah kembali -waktu itu ia sedang berpuasa, ia berkata: “Bagaimanakah keadaan anakku?” Ummu Sulaim, yaitu ibu anak tersebut -jadi istrinya Abu Thalhah- menjawab: “Ia dalam keadaan yang setenang-tenangnya.” Istrinya itu lalu menyiapkan makanan malam untuknya kemudian Abu Thalhah pun makan malamlah, selanjutnya ia menyetubuhi istrinya itu. Setelah selesai, Ummu Sulaim berkata: “Makamkanlah anak itu.” Setelah menjelang pagi harinya Abu Thalhah mendatangi Rasulullah shalallahu alaihi wasalam, lalu memberitahukan hal tersebut -kematian anaknya yang ia baru mengerti setelah selesai tidur bersama istrinya. Kemudian Nabi bersabda: “Adakah engkau berdua bersetubuh tadi malam?” Abu Thalhah menjawab: “Ya.” Beliau lalu bersabda pula: “Ya Allah, berikanlah keberkahan pada kedua orang ini -yakni Abu Thalhah dan istrinya-. Selanjutnya Ummu Suiaim itu melahirkan seorang anak lelaki lagi. Abu Thalhah lalu berkata padaku -aku di sini ialah Anas radhiyallahu anhu yang meriwayatkan Hadis ini-: “Bawalah ia -anak yg baru lahir tersebut- sehingga engkau datang di tempat Nabi shalallahu alaihi wasalam dan besertanya kirimkanlah beberapa biji buah kurma. Nabi shalallahu alaihi wasalam bersabda: “Adakah besertanya sesuatu benda?” Ia -Anas- menjawab: “Ya, ada beberapa biji buah kurma.” Buah kurma itu diambil oleh Nabi shalallahu alaihi wasalam lalu dikunyahnya kemudian diambillah dari mulutnya, selanjutnya dimasukkanlah dalam mulut anak tersebut. Setelah itu digosokkan di langit-langit mulutnya dan memberinya nama Abdullah.” (Muttafaq ‘alaih).
Dalam riwayat Bukhari disebutkan demikian: Ibnu ‘Uyainah berkata: “Kemudian ada seorang dari golongan sahabat Anshar berkata: “Lalu saya melihat sembilan orang anak lelaki yang semuanya dapat membaca dengan baik dan hafal akan al-Quran, yaitu semuanya dari anak-anak Abdullah yang dilahirkan hasil peristiwa malam dahulu itu. Dalam riwayat Muslim disebutkan: “Anak Abu Thalhah dari Ummu Sulaim meninggal dunia, lalu istrinya itu berkata kepada seluruh keluarganya: “Janganlah engkau semua memberitahukan hal kematian anak itu kepada Abu Thalhah, sehingga aku sendirilah yang hendak memberitahukannya nanti.” Abu Thalhah -yang saat itu berpergian- lalu datanglah, kemudian istrinya menyiapkan makan malam untuknya dan iapun makan dan minumlah. Selanjutnya istrinya itu memperhias diri dengan sebaik-baik hiasan yang ada padanya dan bahkan belum pernah berhias semacam itu sebelum peristiwa tersebut. Seterusnya Abu Thalhah menyetubuhi istrinya. Sewaktu istrinya telah mengetahui bahwa suaminya telah kenyang -puas- dan selesai menyetubuhinya, iapun berkatalah pada Abu Thalhah: “Bagaimanakah pendapat kanda, jikalau sesuatu kaum meminjamkan sesuatu yang dipinjamkannya kepada salah satu keluarga, kemudian mereka meminta kembali apa yang dipinjamkannya. Patutkah keluarga yang meminjamnya itu menolak untuk mengembalikannya benda tersebut kepada yang meminjaminya?” Abu Thalhah menjawab: “Tidak boleh menolaknya -yakni harus menyerahkannya.” Kemudian berkata pula istrinya: “Nah, perhitungkanlah bagaimana pinjaman itu jikalau berupa anakmu sendiri?” Abu Thalhah lalu marah-marah kemudian berkata: “Engkau biarkan aku tidak mengetahui -kematian anakku itu, sehingga setelah aku terkena kotoran -maksudnya kotoran bekas bersetubuh, lalu engkau beritahukan hal anakku itu padaku.” Iapun lalu berangkat sehingga datang di tempat Rasulullah shalallahu alaihi wasalam lalu memberitahukan segala sesuatu yang telah terjadi, kemudian Rasulullah shalallahu alaihi wasalam bersabda: “Semoga Allah memberikan keberkahan kepadamu berdua dalam malam mu itu.” Anas radhiyallahu anhu berkata: “Kemudian istrinya hamil.” Anas radhiyallahu anhu melanjutkan katanya: “Rasulullah shalallahu alaihi wasalam sedang dalam berpergian dan Ummu Sulaim itu menyertainya pula -bersama suaminya juga. Rasulullah shalallahu alaihi wasalam apabila datang di Madinah di waktu malam dari berpergian, tidak pernah mendatangi rumah keluarganya malam-malam. Ummu Sulaim tiba-tiba merasa sakit karena hendak melahirkan, maka oleh karena Abu Thalhah tertahan -yakni tidak dapat terus mengikuti Nabi shalallahu alaihi wasalam Rasulullah shalallahu alaihi wasalam terus berangkat.” Anas berkata: “Setelah itu Abu Thalhah berkata: “Sesungguhnya Engkau tentulah Maha Mengetahui, ya Tuhanku, bahwa saya ini amat tertarik sekali untuk keluar berpergian bersama-sama Rasulullah shalallahu alaihi wasalam di waktu beliau keluar berpergian dan untuk masuk -tetap di negerinya- bersama-sama dengan beliau di waktu beliau masuk. Sesungguhnya saya telah tertahan pada saat ini dengan sebab sebagaimana yang Engkau ketahui.” Ummu Sulaim lalu berkata: “Hai Abu Thalhah, saya tidak menemukan sakitnya hendak melahirkan sebagaimana yang biasanya saya dapatkan -jikalau hendak melahirkan anak. Maka itu berangkatlah. Kitapun -maksudnya Rasulullah shalallahu alaihi wasalam, Abu Thalhah dan istrinya- berangkatlah, Ummu Sulaim sebenarnya memang merasakan sakit hendak melahirkan, ketika keduanya itu datang, lalu melahirkan seorang anak lelaki. Ibuku -yakni ibunya Anas radhiyallahu anhu- berkata padaku -pada Anas radhiyallahu anhu: “Hai Anas, janganlah anak itu disusui oleh siapapun sehingga engkau pergi pagi-pagi besok dengan membawa anak itu kepada Rasulullah shalallahu alaihi wasalam” Ketika waktu pagi menjelma, saya -Anas radhiyallahu anhu- membawa anak tadi kemudian pergi dengannya kepada Rasulullah shalallahu alaihi wasalam Ia lalu meneruskan cerita hadits ini sampai selesainya.
Keterangan:
Hadis di atas itu memberikan kesimpulan tentang sunnahnya melipur orang yang sedang dalam kedukaan agar berkurang kesedihan hatinya, juga bolehnya memalingkan sesuatu persoalan kepada persoalan yang lain lebih dulu, untuk ditujukan kepada hal yang dianggap penting, sebagaimana perilaku istri Abu Thalhah kepada suaminya. Ini tentu saja bila amat diperlukan untuk berbuat sedemikian itu. Sementara itu hadits di atas juga menjelaskan akan sunnahnya seorang istri berhias seelok-eloknya agar suaminya tertarik padanya dan tidak sampai terpesona oleh wanita lain, sehingga menyebabkan terjerumusnya suami itu dalam kemesuman yang diharamkan oleh agama. Demikian pula istri dianjurkan sekali untuk berbuat segala hal yang dapat menggembirakan suami dan melayaninya dengan hati penuh kelapangan serta wajah berseri-seri, baik dalam menyiapkan makanan dan hidangan sehari-hari ataupun dalam seketiduran. Jadi salah sekali, apabila seorang wanita itu malahan berpakaian serba kusut ketika di rumah, tetapi di saat keluar rumah lalu bersolek seindah-indahnya. Juga salah pula apabila seorang istri itu kurang memperhatikan keadaan dan selera suaminya dalam hal makan minumnya, ataupun dalam cara melayaninya dalam persetubuhan.
PENGESAHAN HADITS
Diriwayatkan oleh Bukhori [III/269-Fath], Muslim [2144][23].
KANDUNGAN HADITS
1. Diperintahkan bagi para istri agar berhias untuk suaminya dan memperlihatkannya untuk memancing gairah seksual suaminya.
2. Diperintahkan kepada istri agar melakukan segala sesuatu untuk kepentingan suaminya dan berbakti kepadanya.
3. Dibolehkan menggunakan kata-kata sindiran/kiasan jika memang dibutuhkan.
4. Barangsiapa yang meninggalkan kehilangan sesuatu karena Alloh maka Alloh akan menggantikannya dengan yang lebih baik darinya.
5. Dianjurkan dari orang yang terkena musibah untuk menghibur ketika tertimpa musibah.
=========================
Tawriyah, Permainan Kata
Yang dimaksud tawriyah adalah menampakkan pada yang diajak bicara tidak sesuai kenyataan, namun dari satu sisi pernyataan yang diungkap itu benar.
Misalnya, ada yang mengatakan demi mendamaikan yang berselisih, “Si Ahmad (yang sebenarnya mencacimu) itu benar-benar memujimu.” Maksud pujian ini adalah pujian umum, bukan tertentu karena setiap muslim pasti memberikan pujian pada lainnya.
Misalnya yang lain, karena perselisihan demi mendamaikan, si pendamai berkata, “Si fulan yang penuh dendam padamu itu selalu mendoakanmu.” Mendengar seperti itu, tentu akan reda pertikaian yang ada. Karena memang setiap muslim itu akan mendoakan yang lainnya dalam doa termasuk dalam shalatnya. Seperti saat tasyahud pada bacaan “assalamu ‘alaina wa ‘ala ‘ibadillahish sholihiin” (salam untuk kita dan hamba Allah yang shalih). Yang dimaksud di sini adalah doa bagi setiap muslim. Jadi seakan-akan perkataannya tadi menunjukkan dusta, namun dari satu sisi benar karena ia pun mendoakan kaum muslimin secara umum dalam shalat.
Namun yang ingin menyelesaikan atau mendamaikan perselisihan hendaklah menjauhkan diri dari dusta. Kalau terpaksa, maka hendaklah yang dilakukan bentuknya adalah tawriyah. Tawriyah itu dibolehkan jika ada maslahat.
Tawriyah pada Pasangan Suami Istri
Sedangkan contoh perkataan dusta atau bohong pada istri yang dibolehkan itu seperti apa?
Bentuknya juga adalah tawriyah, yaitu mengatakan sesuatu yang nampak menyelisihi kenyataan namun satu sisi ada makna benarnya. Contoh misalnya yang dikatakan oleh suami pada istrinya, “Engkau adalah manusia yang paling aku cintai.” Ini tujuannya untuk mengikat cinta dan kasih sayang antara sesama pasangan.
HADITS NO. 45
وعنْ أَبِي هُريرةَ رضي اللَّه عنه أَن رسول اللَّه صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم قال : « لَيْسَ الشديدُ بالصُّرَعةِ إِنمَّا الشديدُ الَّذي يمْلِكُ نَفسَهُ عِنْد الْغَضَبِ » متفقٌ عليه .
« والصُّرَعَةُ » بِضمِّ الصَّادِ وفتْحِ الرَّاءِ ، وأصْلُهُ عنْد الْعربِ منْ يصرَعُ النَّاسَ كثيراً
45. Dari Abu Hurariah radhiyallahu anhu bahwasanya Rasulullah shalallahu alaihi wasalam bersabda: “Bukanlah orang yang keras -kuat- itu dengan banyaknya berkelahi -bergulat-, sesungguhnya orang-orang yang keras -kuat- ialah orang yang dapat menguasai dirinya di waktu sedang marah-marah.” (Muttafaq ‘alaih)
Keterangan:
Ashshura-ah dengan dhammahnya shad dan fathahnya ra’, menurut asalnya bagi bangsa Arab, artinya ialah orang yang suka sekali menyerang atau membanting orang banyak (sampai terbaring atau tidak sadarkan diri).
PENGESAHAN HADITS
KANDUNGAN HADITS
@ Islam melakukan perubahan terhadap pemahaman makna kuat yang ada pada masa Jahiliyyah menjadi pengertian yang diwarnai dengan akhlak mulia yang membentuk kepribadian muslim yang mempunyai kelebihan tersendiri. Dengan demikian, orang yang paling kuat adalah orang yang mampu mengendalikan dirinya dan menghindarkannya dari dorongan nafsu syahwatnya.
@ Melawan hawa nafsu dan mengendalikannya lebih sulit daripada melawan musuh.
@ Kewajiban untuk menjauhi kemarahan, sebab di dalam kemarahan terdapat bahaya fisik, mental dan sosial.
@ Marah merupakan sifat manusiawi, yang dapat ditahan dengan mengendalikan diri.
@ Diharamkan bertindak melampaui batas terhadap orang lain, baik pada saat marah maupun tidak.
HADITS NO. 46
وعنْ سُلَيْمانَ بْنِ صُرَدٍ رضي اللَّه عنهُ قال : كُنْتُ جالِساً مع النَّبِي صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم، ورجُلان يستَبَّانِ وأَحدُهُمَا قَدِ احْمَرَّ وَجْهُهُ . وانْتفَخَتْ أودَاجهُ . فقال رسولُ اللَّه صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم : « إِنِّي لأعلَمُ كَلِمةً لَوْ قَالَهَا لَذَهَبَ عنْهُ ما يجِدُ ، لوْ قَالَ : أَعْوذُ بِاللّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ ذَهَبَ عنْهُ ما يجدُ . فقَالُوا لَهُ : إِنَّ النَّبِيَّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم قَالَ : «تعوَّذْ بِاللِّهِ مِن الشَّيَطان الرَّجِيمِ ». متفقٌ عليه .
46. Dari Sulaiman bin Shurad radhiyallahu anhu, katanya: “Saya duduk bersama Nabi shalallahu alaihi wasalam dan di situ ada dua orang yang saling bermaki-makian antara seorang dengan kawannya. Salah seorang dari keduanya itu telah merah padam mukanya dan membesarlah urat lehernya, kemudian Rasulullah shalallahu alaihi wasalam bersabda: “Sesungguhnya saya mengetahui suatu kalimat yang apabila diucapkannya, tentulah hilang apa yang ditemuinya -kemarahannya, yaitu andaikata ia mengucapkan: “A’udzu billahi minasy syaithanir rajim,” tentulah lenyap apa yang ditemuinya itu. Orang-orang lalu berkata padanya – orang yang merah padam mukanya tadi: “Sesungguhnya Nabi shalallahu alaihi wasalam bersabda: “Mohonlah perlindungan kepada Allah dari syaitan yang direjam.” (Muttafaq ‘alaih)
PENGESAHAN HADITS
Diriwayatkan Al Bukhari (VI/337-Fath) Dan Muslim 2610
KANDUNGAN HADITS
@ Marah itu dibangkitkan oleh syaitan karena di dalam kemarahan terkandung bahaya bagi agama dan dunia. Oleh karena itu, Rasulullah memutuskan tali penyebabnya -yaitu godaan syaitan- dengan memohon perlindungan kepada Allah.
@ Kebijaksanaan Rasulullah dalam berdakwah kepada Allah dan mengingatkan serta memberi nasihat kepada kaum muslimin. Beliau tidak menyampaikan nasihat itu secara langsung kepada orang yang dituju, tetapi melalui orang-orang yang mendengarnya, karena diperkirakan bahwa orang itu tidak akan menerima nasihat tersebut, jika diarahkan kepadanya secara langsung
@ Disunnahkan memberi nasihat kepada orang lain meskipun mereka tidak memintanya.
@ Dibolehkan memindahkan nasihat kepada orang yang belum mendengar, agar dia dapat mengambil manfaat darinya.
HADITS NO. 47
وعنْ مُعاذ بْنِ أَنَسٍ رضي اللَّه عنه أَنَّ النَّبِيَّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم قَالَ : « مَنْ كظَمَ غيظاً ، وهُو قَادِرٌ عَلَى أَنْ يُنْفِذَهُ ، دَعَاهُ اللَّهُ سُبْحانَهُ وتَعالَى عَلَى رُؤُوسِ الْخلائقِ يَوْمَ الْقِيامَةِ حَتَّى يُخَيِّرَهُ مِنَ الْحُورِ الْعِينِ مَا شَاءَ » رواه أَبُو داوُدَ ، والتِّرْمِذيُّ وقال : حديثٌ حسنٌ
47. Dari Mu’az bin Anas radhiyallahu anhu bahwasanya Nabi shalallahu alaihi wasalam bersabda: “Barangsiapa yang menahan marahnya padahal ia kuasa untuk meneruskannya -melaksanakannya- maka Allah Subhanahu wa Ta’ala mengundangnya di hadapan kepala -yakni disaksikan- sekalian makhluk pada hari kiamat, sehingga disuruhnya orang itu memilih bidadari-bidadari yang membelalak matanya dengan sesuka hatinya.” Diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud 4777 dan Tirmidzi 2021,2493 dan ia mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan.
Diriwayatkan Ibnu Majah 4186 Melalui jalan Sa'id bin abi ayyub, dari abu marhum, dari sahl bin mu'adz, dari ayahnya
@ Berpegang pada nilai maaf disaat mampu mewujudkan kemenangan dirinya
HADITS NO. 48
وعنْ أَبِي هُريْرَةَ رَضيَ اللَّهُ عنهُ أَنَّ رَجُلاً قَالَ للنَّبِيِّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم : أوْصِني ، قَالَ : « لا تَغضَبْ » فَردَّدَ مِراراً قَالَ ، « لا تَغْضَبْ » رواه البخاريُّ.
48. Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu bahwasanya ada seorang lelaki berkata kepada Nabi shalallahu alaihi wasalam: “Berilah wasiat padaku.” Beliau shalallahu alaihi wasalam bersabda: “Jangan marah.” Orang itu mendatanginya berkali-kali tetapi beliau shalallahu alaihi wasalam tetap bersabda: “janganlah marah.” (Riwayat Bukhari (X/519-Fath))
Keterangan:
Yang perlu dijelaskan sehubungan dengan hadits ini ialah:
a. Orang yang bertanya itu menurut riwayat ada yang mengatakan dia itu ialah Ibnu Umar, ada yang mengatakan Haritsah atau Abuddarda’. Mungkin juga memang banyak yang bertanya demikian itu.
b. Kita dilarang marah ini apabila berhubungan dengan sesuatu yang hanya mengenai hak diri kita sendiri atau hawa nafsu. Tetapi kalau berhubungan dengan hak-hak Allah, maka wajib kita pertahankan sekeras-kerasnya, misalnya agama Allah dihina orang, al-Quran diinjak-injak atau dikencingi, alim ulama diolok-olok padahal tidak bersalah dan lain-lain sebagainya.
c. Yang bertanya itu mengulangi berkali-kali seolah-olah meminta wasiat yang lebih penting, namun beliau tidak menambah apa-apa. Hal ini karena menahan marah itu sangat besar manfaat dan faedahnya. Cobalah kalau kita ingat-ingat, bahwa timbulnya semua kerusakan di dunia ini sebagian besar ialah karena manusia ini tidak dapat mengekang hawa nafsu dan syahwatnya, tidak suka menahan marah, sehingga menimbulkan darah mendidih dan akhirnya ingin menghantam dan membalas dendam.
KANDUNGAN HADITS
@ Tidak segan memberi nasihat kepada orang yang membutuhkannya
@ Mengulang-ulang nasihat sangat bermanfaat bagi orang yang diberi nasihat
@ Mengulang-ulang nasihat sangat bermanfaat bagi orang yang diberi nasihat
@ Besarnya kerusakan akibat amarah dan dampak negatif yang ditimbulkannya
@ Mencela dan menghinakan kemarahan serta menjauhi sebab-sebabnya
HADITS NO. 49
وَعَنْ أبي هُرَيْرةَ رَضِيَ اللَّهُ عنه قال : قال رسولُ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم : « مَا يَزَال الْبَلاءُ بِالْمُؤْمِنِ وَالْمؤمِنَةِ في نَفْسِهِ وَولَدِهِ ومَالِهِ حَتَّى يَلْقَى اللَّه تعالى وَمَا عَلَيْهِ خَطِيئَةٌ» رواه التِّرْمِذيُّ وقال : حديثٌ حسنٌ صحِيحٌ .
49. Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, katanya: “Rasulullah shalallahu alaihi wasalam bersabda: “Tidak henti-hentinya bencana -bala’- itu mengenai seorang mu’min, lelaki atau perempuan, baik dalam dirinya sendiri, anaknya ataupun hartanya, sehingga ia menemui Allah Ta’ala dan di atasnya tidak ada lagi sesuatu kesalahanpun.” Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan shahih.
PENGESAHAN HADITS
At Tirmidzi 2399 Dan Al Hakim I/346
KANDUNGAN HADITS
@ Orang mukmin menjadi sasaran ujian dengan berbagai macam cobaan
@ Cobaan itu dapat menghapuskan dosa jika ridha dan tidak murka
@ Rahmat Allah menghapuskan dosa-dosa ketika masih di dunia
HADITS NO. 50
وَعَنْ ابْن عَبَاسٍ رضي اللَّه عنهما قال : قَدِمَ عُيَيْنَة بْنُ حِصْنٍ فَنَزلَ عَلَى ابْنِ أَخيِهِ الْحُر بْنِ قَيْسٍ ، وَكَانَ مِن النَّفَرِ الَّذِين يُدْنِيهِمْ عُمرُ رضِيَ اللَّهُ عنهُ ، وَكَانَ الْقُرَّاءُ أَصْحابَ مَجْلِسِ عُمَرَ رضي اللَّهُ عنه وَمُشاوَرَتِهِ كُهولاً كَانُوا أَوْ شُبَّاناً ، فَقَالَ عُييْنَةُ لابْنِ أَخيِهِ : يَا ابْنَ أَخِى لَكَ وَجْهٌ عِنْدَ هَذَا الأمِيرِ فَاسْتَأْذِنْ لى عَلَيْهِ ، فاستَأذنَ فَأَذِنَ لَهُ عُمرُ . فَلَمَّا دخَلَ قَالَ : هِيْ يا ابْنَ الْخَطَّاب ، فَوَاللَّه مَا تُعْطِينَا الْجَزْلَ وَلا تَحْكُمُ فِينَا بالْعَدْل ، فَغَضِبَ عُمَرُ رضيَ اللَّه عنه حتَّى هَمَّ أَنْ يُوقِعَ بِهِ فَقَالَ لَهُ الْحُرُّ : يا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ إِنَّ اللَّه تعَالى قَال لِنبِيِّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم : { خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الجاهلينَ } [ سورة الأعراف: 198 ] وإنَّ هَذَا مِنَ الجاهلينَ ، وَاللَّه ما جاوَزَها عُمَرُ حِينَ تلاها ، وكَانَ وَقَّافاً عِنْد كِتَابِ اللَّهِ تعالى رواه البخارى .
50. Dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma, katanya: ‘Uyainah bin Hishn datang -ke Madinah-, kemudian turun -sebagai tamu- pada anak saudaranya -sepupunya- yaitu Alhur bin Qais. Alhur adalah salah seorang dari sekian banyak orang-orang yang didekatkan oleh Umar radhiyallahu anhu -yakni dianggap sebagai orang dekat dan sering diajak bermusyawarah-, karena para ahli baca al-Quran -yang pandai maknanya- adalah menjadi sahabat-sahabat yang menetap di majlis Umar radhiyallahu anhu serta orang-orang yang diajak bermusyawarah olehnya, baik orang-orang tua maupun yang masih muda-muda usianya. ‘Uyainah berkata kepada sepupunya: “Hai anak saudaraku engkau mempunyai wajah -banyak diperhatikan- di sisi Amirul mu’minin ini. Cobalah meminta izin padanya supaya aku dapat menemuinya. Saudaranya itu memintakan izin untuk ‘Uyainah lalu Umarpun mengizinkannya. Setelah ‘Uyainah masuk, lalu ia berkata: “Hati-hatilah, hai putera Al khaththab – yaitu Umar, demi Allah, tuan tidak memberikan banyak pemberian -kelapangan hidup- pada kita dan tidak pula tuan memerintah di kalangan kita dengan keadilan.” Umar radhiyallahu anhu marah sehingga hampir-hampir saja akan menjatuhkan hukuman padanya. Alhur kemudian berkata: “Ya Amirul mu’minin, sesungguhnya Allah Ta’ala berfirman kepada NabiNya shalallahu alaihi wasalam – yang artinya: “Berilah maaf, perintahlah kebaikan dan berpalinglah -jangan menghiraukan- pada orang-orang yang bodoh.” Dan ini -yakni ‘Uyainah- adalah termasuk golongan orang-orang yang bodoh. Demi Allah, Umar tidak pernah melaluinya -melanggarnya- di waktu Alhur membacakan itu. Umar adalah seorang yang banyak berhentinya -amat mematuhi- di sisi Kitabullah Ta’ala. (Riwayat Bukhari)
HADITS NO. 51
وعَن ابْنِ مسْعُودٍ رضي اللَّه عنه أنَّ رسولَ اللَّه صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم قال : « إِنَّهَا سَتكُونُ بَعْدِى أَثَرَةٌ وَأُمُورٌ تُنْكِرونَها ، قَالُوا : يا رسُولَ اللَّهِ فَما تَأمرُنا ؟ قالَ : تُؤَدُّونَ الْحقَّ الَّذي عَلَيْكُمْ وتَسْألونَ اللَّه الذي لكُمْ » متفقٌ عليه . « والأَثَرَةُ » : الانفرادُ بالشيْءِ عمَّنْ لَهُ فيهِ حقٌّ .
51. Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu anhu bahwasanya Rasulullah shalallahu alaihi wasalam bersabda: “Sesungguhnya saja akan terjadi sesudahku nanti cara mementingkan diri sendiri -sedang orang lain lebih berhak untuk memperolehnya- dan juga beberapa perkara yang engkau semua akan mengingkarinya. Orang-orang semua berkata: “Ya Rasulullah, maka apakah yang akan Tuan perintahkan pada kita -kaum Muslimin. Beliau shalallahu alaihi wasalam bersabda: “Supaya engkau semua menunaikan hak yang menjadi kewajibanmu untuk dilaksanakan dan mohonlah kepada Allah akan hak yang memang menjadi milikmu semua.” (Muttafaq ‘alaih)
HADITS NO. 52
وَعن أبي يحْيَى أُسَيْدِ بْنِ حُضَيْرٍ رضي اللَّهُ عنهُ أَنَّ رَجُلاً مِنَ الأَنْصَارِ قال : يا رسولَ اللَّهِ أَلا تَسْتَعْمِلُني كَمَا اسْتْعْملتَ فُلاناً وفلاناً فَقَالَ : « إِنَّكُمْ سَتَلْقَوْنَ بَعْدي أَثَرَةً فاصْبِرُوا حَتَّى تلقَوْنِي علَى الْحوْضِ » متفقٌ عليه .
« وأُسَيْدٌ » بِضَمِّ الْهمْزةِ . « وحُضَيْرٌ » بِحاءٍ مُهْمَلَةٍ مضمُومَةٍ وضادٍ مُعْجَمَةٍ مفْتُوحةٍ ، واللَّهُ أَعْلَمُ .
52. Dari Abu Yahya yaitu Usaid bin Hudhair radhiyallahu anhu bahwasanya ada seorang lelaki dari kaum Anshar berkata: “Ya Rasulullah, mengapakah tuan tidak menggunakan saya sebagai pegawai, sebagaimana tuan juga menggunakan si Fulan dan Fulan itu?” Beliau shalallahu alaihi wasalam lalu bersabda: “Sesungguhnya engkau semua akan menemui sesudahku nanti suatu cara mementingkan diri sendiri -sedang orang lain lebih berhak untuk memperolehnya-, maka dari itu bersabarlah, sehingga engkau semua menemui aku di telaga -pada hari kiamat.” (Muttafaq ‘alaih)
HADITS NO. 53
وَعنْ أبي إِبْراهيمَ عَبْدِ اللَّه بْنِ أبي أَوْفي رضي اللَّهُ عنهمَا أَنَّ رسولَ اللَّه صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم في بعْضِ أَيَّامِهِ التي لَقِيَ فِيهَا الْعَدُوَّ ، انْتَظرَ حَتَّى إِذَا مَالَتِ الشَّمْسُ قَامَ فِيهمْ فَقَالَ: « يَا أَيُّهَا النَّاسُ لا تَتَمنَّوا لِقَاءَ الْعدُوِّ ، وَاسْأَلُوا اللَّه العَافِيَةَ ، فَإِذَا لقيتُموهم فاصْبرُوا ، وَاعْلَمُوا أَنَّ الْجَنَّة تَحْتَ ظِلاَلِ السُّيُوفِ » ثُمَّ قَالَ النَّبِيُّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم : « اللَّهُمَّ مُنْزِلَ الْكِتَابِ وَمُجْرِيَ السَّحَابِ ، وَهَازِمَ الأَحْزابِ ، اهْزِمْهُمْ وَانْصُرْنا عَلَيْهِمْ » . متفقٌ عليه وباللَّه التَّوْفيقُ .
53. Dari Abu Ibrahim, yaitu Abdullah bin Abu Aufa radhiallahu ‘anhuma bahwa Rasulullah shalallahu alaihi wasalam pada suatu hari di waktu beliau itu bertemu dengan musuh, beliau menantikan sehingga matahari condong -hendak terbenam- beliau lalu berdiri di muka orang banyak kemudian bersabda: “Hai sekalian manusia, janganlah engkau semua mengharap-harapkan bertemu musuh dan mohonlah kepada Allah akan keselamatan. Tetapi jikalau engkau semua menemui musuh itu, maka bersabarlah. Ketahuilah olehmu semua bahwasanya syurga itu ada di bawah naungan pedang.” Selanjutnya Nabi shalallahu alaihi wasalam bersabda: “Ya Allah yang menurunkan kitab, yang menjalankan awan, Yang menghancur-leburkan gabungan pasukan musuh. Hancur leburkanlah mereka itu dan berilah kita semua kemenangan atas mereka.” (Muttafaq ‘alaih) Wabillahittaufiq (Dan dengan Allah itulah adanya pertolongan).
Keterangan:
Dalam mengulas sabda Rasulullah shalallahu alaihi wasalam yang berbunyi: “Syurga itu ada di bawah naungan pedang.” Imam al-Qurthubi berkata: “Ucapan itu adalah suatu pertanda betapa indahnya susunan kalimat yang digunakan oleh Rasulullah shalallahu alaihi wasalam Sedikit kata-katanya, tetapi luas pengertiannya. Maksudnya ialah bahwa letak syurga itu dengan memberikan perlawanan kepada musuh, manakala mereka telah memulai menyerang kedudukan kita. Jika sudah dalam keadaan terjepit dan musuh sudah menyerbu dekat sekali dengan tempat pertahanan kita, maka tiada jalan lain, kecuali dengan beradu kekuatan, yakni pedanglah yang wajib digunakan untuk penyelesaian, menang atau kalah. Jika pedang kaum Muslimin sudah beradu dengan pedang musuh, masing-masing pihak menangkis serangan musuhnya, pedang meninggi dan merendah, sampai-sampai bayangannya tampak jelas. Naungan pedang itulah yang menyebabkan kaum Muslimin akan memperoleh kebahagiaan dalam dua keadaan:
a. Jika kalah dan mati, gugurlah sebagai pejuang syahid dan pasti masuk syurga tanpa dihisab. Di kalangan umatpun menjadi harum namanya.
b. Jika menang dan selamat sampai dapat kembali ke rumah ia juga akan merasakan kenikmatan syurga dunia, hidup dalam keluhuran dan kejayaan.
FAWAAID
@ Berharap bertemu musuh merupakan hal terlarang bagi kaum Muslimin
@ Hendaklah selalu memohon kepada Allâh Azza wa Jalla agar diselamatkan dari musuh
@ Jika kaum Muslimin ditakdirkan bertemu musuh, maka ia wajib bersabar dan tidak boleh lari dari medan perang
Comments
Post a Comment