HADITS NO. 169 - 170
Bab 18. Larangan Terhadap Kebid’ahan-kebid’ahan Dan Perkara-perkara Yang Diada-adakan
عن عائشةَ ، رضي اللَّه عنها ، قالت قال رسولُ اللَّه صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم : « منْ أَحْدثَ في أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فهُو رَدٌّ » متفقٌ عليه .
وفي رواية لمسلمٍ : « مَنْ عَمِلَ عمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُو ردٌّ » .
169. Dari Aisyah radhiallahu ‘anha, katanya: “Rasulullah shalallahu alaihi wasalam bersabda: “Barangsiapa yang mengada-adakan dalam perkara -agama- kita ini akan sesuatu yang semestinya tidak termasuk dalam agama itu, maka hal itu wajib ditolak.”(Muttafaq ‘alaih) Dalam riwayat Imam Muslim disebutkan: Rasulullah shalallahu alaihi wasalam bersabda: “Barangsiapa yang mengamalkan sesuatu amalan yang atasnya itu tidak ada perintah kami -maksudnya perintah agama-, maka amalan itu wajib ditolak.”
Keterangan:
Wajib ditolak, artinya sama sekali tidak boleh diterima, karena merupakan hal yang bathil, sebab memang tidak termasuk urusan agama, tetapi diada-adakan sendiri oleh manusia. hadits ini menunjukkan bahwa sesuatu yang tidak diberi keterangan oleh Allah dan RasulNya, lalu diada-adakan itu wajib tidak kita terima atau wajib kita tolak mentah-mentah. Ini apabila bersangkutan dalam soal peribadahan. Kalau dalam urusan keduniaan, maka Nabi shalallahu alaihi wasalam sendiri telah memberi kebebasan untuk mengikhtiarkan mana yang terbaik dalam anggapan kita, asalkan tidak melanggar hal-hal yang diharamkan oleh Allah. Nabi Muhammad shalallahu alaihi wasalam telah bersabda: “Engkau sekalian adalah lebih mengerti tentang urusan duniamu.”
وعن جابرٍ ، رضي اللَّه عنه ، قال : كان رسولُ اللَّه صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم ، إِذَا خَطَب احْمرَّتْ عيْنَاهُ ، وعَلا صوْتُهُ ، وَاشْتَدَّ غَضَبهُ ، حتَّى كَأَنَّهُ مُنْذِرُ جَيْشٍ يَقُولُ : «صَبَّحَكُمْ ومَسَّاكُمْ » وَيقُولُ : « بُعِثْتُ أَنَا والسَّاعةُ كَهَاتيْن » وَيَقْرنُ بين أُصْبُعَيْهِ ، السبَابَةِ ، وَالْوُسْطَى ، وَيَقُولُ: « أَمَّا بَعْدُ ، فَإِنَّ خَيرَ الْحَديثَ كِتَابُ اللَّه ، وخَيْرَ الْهَدْى هدْيُ مُحمِّد صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم ، وَشَرَّ الأُمُورِ مُحْدثَاتُهَا وكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلالَةٌ » ثُمَّ يقُولُ : « أَنَا أَوْلَى بُكُلِّ مُؤْمِن مِنْ نَفْسِهِ . مَنْ تَرَك مَالا فَلأهْلِهِ ، وَمَنْ تَرَكَ دَيْناً أَوْ ضَيَاعاً، فَإِليَّ وعَلَيَّ » رواه مسلم
170. Dari Jabir radhiyallahu anhu, katanya: “Rasulullah shalallahu alaihi wasalam itu apabila berkhutbah maka merah padamlah kedua matanya, keras suaranya, sangat marahnya -berapi-api karena bersemangat-, sehingga seolah-olah beliau itu seorang komandan tentara yang menakut-nakuti, sabdanya: “Pagi-pagi ini musuh akan menyerang engkau semua,” atau “sore ini musuh akan menyerang engkau semua.” Beliau bersabda pula: “Saya diutus sedang jarak terutusku dengan tibanya hari kiamat itu bagaikan dua jari ini.” Beliau merapatkan antara jari telunjuk dan jari tengah. Beliau bersabda pula: “Amma ba’ad. Maka sesungguhnya sebaik-baik uraian adalah Kitabullah -al-Quran- dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shalallahu alaihi wasalam, sedang seburuk-buruk perkara -agama- ialah hal-hal yang diada-adakan sendiri dan semua kebid’ahan itu adalah sesat.” Selanjutnya beliau shalallahu alaihi wasalam bersabda: “Saya adalah lebih berhak terhadap setiap orang mu’min daripada dirinya sendiri. Barangsiapa meninggalkan harta, maka itu adalah hak dari keluarganya (sebagai harta warisan), tetapi barangsiapa yang meninggalkan hutang atau tanggungan -keluarga dan anak-anak yang ditinggalkan-, maka -tagihannya- itu adalah kepadaku atau menjadi tanggunganku.” (Riwayat Muslim)
Comments
Post a Comment